SINTAKSIS
Kata sintaksis
berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti “dengan” dan kata tattein yang berarti
“menempatkan”. Jadi, secara etimologi berarti: menempatkan bersama-sama
kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.
STRUKTUR
SINTAKSIS
Secara umum struktur sintaksis terdiri dari susunan subjek (S), predikat (P), objek (O),
dan keterangan (K)
yang berkenaan dengan fungsi
sintaksis. Nomina,
verba, ajektifa, dan
numeralia berkenaan dengan kategori
sintaksis. Sedangkan pelaku,
penderita, dan penerima
berkenaan dengan peran
sintaksis.
Eksistensi struktur
sintaksis terkecil ditopang oleh urutan
kata, bentuk kata, dan intonasi;
bisa juga ditambah dengan konektor
yang biasanya disebut konjungsi. Peran ketiga alat sintaksis itu tidak sama
antara bahasa yang satu dengan yang lain.
KATA
SEBAGAI SATUAN SINTAKSIS
Sebagai satuan terkecil dalam sintaksis, kata berperan sebagai
pengisi fungsi sintaksis, penanda kategori sintaksis, dan perangkai dalam
penyatuan satuan-satuan atau bagian-bagian dari satuan sintaksis.
Kata sebagai pengisi satuan sintaksis, harus dibedakan adanya
dua macam kata yaitu kata penuh dan kata tugas. Kata penuh adalah kata yang secara leksikal
mempunyai makna, mempunyai kemungkinan untuk mengalami proses morfologi,
merupakan kelas terbuka, dan dapat berdiri sendiri sebagai sebuah satuan. Yang
termasuk kata penuh adalah kata-kata kategori nomina, verba, adjektiva,
adverbia, dan numeralia. Misalnya mesjid
memiliki makna ‘ tempat ibadah orang Islam ’. Sedangkan kata tugas adalah kata
yang secara leksikal tidak mempunyai makna, tidak mengalami proses morfologi,
merupakan kelas tertutup, dan di dalam peraturan dia tidak dapat berdiri
sendiri. Yang termasuk kata tugas adalah kata-kata kategori preposisi dan
konjungsi. Misalnya dan tidak
mempunyai makna leksikal, tetapi mempunyai tugas sintaksis untuk menggabungkan
menambah dua buah konstituen.
Kata-kata yang termasuk kata penuh mempunyai kebebasan
yang mutlak, atau hampir mutlak sehingga dapat menjadi pengisi fungsi-fungsi
sintaksis. Sedangkan kata tugas mempunyai kebebasan yang terbatas, selalu
terikat dengan kata yang ada di belakangnya (untuk preposisi), atau yang berada
di depannya (untuk posposisi), dan dengan kata-kata yang dirangkaikannya (untuk
konjungsi).
FRASE
Pengertian
Frase
Frase
lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang
bersifat nonpredikatif (hubungan antara kedua unsur yang membentuk frase tidak
berstruktur subjek - predikat atau predikat - objek), atau lazim juga disebut
gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
Jenis
Frase
Frase
Eksosentrik
Frase
eksosentrik adalah frase yang komponen-komponennya tidak mempunyai perilaku
sintaksis yang sama dengan keseluruhannya.
Frase
eksosentris biasanya dibedakan atas frase
eksosentris yang direktif atau disebut frase preposisional (
komponen pertamanya berupa preposisi, seperti di, ke, dan dari, dan komponen keduanya berupa kata
atau kelompok kata, yang biasanya berkategori nomina) dan non direktif (komponen
pertamanya berupa artikulus, seperti si dan sang sedangkan komponen keduanya
berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, ajektifa, atau verba).
Frase
Endosentrik
Frase Endosentrik adalah frase yang
salah satu unsurnya atau komponennya memiliki perilaku sintaksias yang sama
dengan keseluruhannya. Artinya, salah satu komponennya dapat menggantikan
kedudukan keseluruhannya. Frase ini disebut juga frase modifikatif karena komponen keduanya,
yaitu komponen yang bukan inti atau hulu (Inggris head) mengubah atau membatasi makna
komponen inti atau hulunya itu. Selain itu disebut juga frase subordinatif karena
salah satu komponennya, yaitu yang merupakan inti frase berlaku sebagai
komponen atasan, sedangkan komponen lainnya, yaitu komponen yang membatasi,
berlaku sebagai komponen bawahan.
Dilihat dari kategori intinya dibedakan adanya frase nominal (frase
endosentrik yang intinya berupa nomina atau pronomina maka frase ini dapat
menggantikan kedudukan kata nominal sebagai pengisi salah satu fungsi
sintaksis), frase verbal
(frase endosentrik yang intinya berupa kata verba, maka dapat menggantikan
kedudukan kata verbal dalam sintaksis), frase
ajektifa (frase edosentrik yang intinya berupa kata ajektiv), frase numeralia (frase
endosentrik yang intinya berupa kata numeral).
Frase
Koordinatif
Frase
koordinatif adalah frase yang komponen pembentuknya terdiri dari dua
komponen atau lebih yang sama dan sederajat dan secara potensial dapat
dihubungkan oleh konjungsi koordinatif. Frase koordinatif tidak menggunakan
konjungsi secara eksplisit disebut frase
parataksis.
Frase
Apositif
Frase
apositif adalah frase koordinatif yang kedua komponennya saling merujuk
sesamanya, oleh karena itu urutan komponennya dapat dipertukarkan.
Perluasan
Frase
Salah
satu ciri frase adalah dapat diperluas. Artinya, frase dapat diberi tambahan
komponen baru sesuai dengan konsep atau pengertian yang akan ditampilkan.
Dalam
bahasa Indonesia perluasan frase tampak sangat produktif. Antara lain
karena pertama, untuk menyatakan konsep-konsep khusus, atau sangat khusus, atau
sangat khusus sekali, biasanya diterangkan secara leksikal. Faktor kedua, bahwa
pengungkapan konsep kala, modalitas, aspek, jenis, jumlah, ingkar, dan pembatas
tidak dinyatakan dengan afiks seperti dalam bahasa-bahasa fleksi, melainkan
dinyatakan dengan unsur leksikal. Dan faktor lainnya adalah keperluan untuk
memberi deskripsi secara terperinci dalam suatu konsep, terutama untuk konsep
nomina.
KLAUSA
Pengertian
Klausa
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan
kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada
komponen, berupa kata atau frase, yang berungsi sebagai predikat; dan yang lain
berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan.
Klausa berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal karena di
dalamnya sudah ada fungsi sintaksis wajib, yaitu subjek dan predikat. Frase dan
kata juga mempunyai potensi untuk menjadi kalimat kalau kepadanya diberi
intonasi final; tetapi hanya sebagai kalimat minor, bukan kalimat mayor;
sedangkan klausa berpotensi menjadi kalimat mayor.
Jenis
Klausa
Berdasarkan
strukturnya klausa dibedakan klausa
bebas ( klausa yang mempunyai unsur-unsur lengkap,
sekurang-kurangnya mempunyai subjek dan predikat; dan mempunyai potensi menjadi
kalimat mayor) dan klausa
terikat (klausa yang unsurnya tidak lengkap, mungkin hanya subjek
saja, objek saja, atau keterangan saja). Klausa terikat diawali dengan
konjungsi subordinatif dikenal dengan klausa
subordinatif atau klausa
bawahan, sedangkan klausa lain yang hadir dalam kalimat majemuk
disebut klausa atasan
atau klausa utama.
Berdasarkan
kategori unsur segmental yang menjadi predikatnya dapat di bedakan: klausa verbal (klausa
yang predikatnya berkategori verba). Sesuai dengan adanya tipe verba, dikenal
adanya (1) klausa
transitif (klausa yang predikatnya berupa verba transitif); (2) klausa intransitif
(klausa yang predikatnya berupa verba intransitif); (3) klausa refleksif (klausa
yang predikatnya berupa verba refleksif); (4) klausa resiprokal (klausa yang predikatnya
berupa verba resiprokal. Klausa nominal (klausa yang
predikatnya berupa nomina atau frase nominal). Klausa ajektifal (klausa yang predikatnya
berkategori ajektifa, baik berupa kata maupun frase). Klausa adverbial (klausa
yang predikatnya berupa frase yang berkategori preposisi). Klausa numeral (klausa
yang predikatnya berupa kata atau frase numeralia).
Perlu
dicatat juga istilah klausa
berpusat dan klausa tak
berpusat. Klausa berpusat adalah klausa yang subjeknya terikat di
dalam predikatnya, meskipun di tempat lain ada nomina atau frase nomina yang
juga berlaku sebagai subjek.
KALIMAT
Pengertian
Kalimat
Dengan
mengaitkan peran kalimat sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi
yang akan disampaikan, kalimat didefinisikan sebagai “ Susunan kata-kata yang
teratur yang berisi pikiran yang lengkap ”. Sedangkan dalam kaitannya dengan
satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa) bahwa
kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang
biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta
disertai dengan intonasi final.
Sehingga
disimpulkan, bahwa yang penting atau yang menjadi dasar kalimat adalah
konstituen dasar dan intonasi final, sedangkan konjungsi hanya ada kalau
diperlukan. Intonasi final yang ada yang memberi ciri kalimat ada tiga, yaitu
intonasi deklaratif, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda titik;
intonasi interogatif, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda tanya;
dan intonasi seru, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda seru.
Jenis
Kalimat
Kalimat
Inti dan Kalimat Non-Inti
Kalimat
inti, biasa juga disebut kalimat
dasar, adalah kalimat yang dibentuk dari klausa inti yang lengkap
bersifat deklaratif, aktif, atau netral, dan afirmatif. Misalnya:
FN + FV
+ FN + FN : Nenek membacakan kakek komik
Ket : FN=Frase Nominal (diisi sebuah kata nominal); FV=Frase Verbal;
FA=Frase Ajektifa; FNum=Frase Numeral; FP=Frase Preposisi.
Kalimat inti dapat diubah menjadi kalimat noninti dengan
berbagai proses transformasi:
KALIMAT INTI + PROSES TRANSFORMASI = KALIMAT NONINTI
Ket : Proses
Transformasi antara lain transformasi pemasifan, transformasi pengingkaran,
transformasi penanyaan, transformasi pemerintahan, transformasi pengonversian,
transformasi pelepasan, transformasi penambahan.
Kalimat
Tunggal dan Kalimat Majemuk
Kalimat
tunggal adalah kalimat yang hanya mempunyai satu klausa. Sedangkan kalimat majemuk adalah
kalimat yang terdapat lebih dari satu klausa.
Berkenaan
dengan sifat hubungan klausa-klausa dalam kalimat, dibedakan: (1) kalimat majemuk koordinatif/ kalimat
majemuk setara yaitu kalimat majemuk yang klausa-klausanya memiliki
status yang sama, yang setara, atau yang sederajat. Secara eksplisit
dihubungkan dengan konjungsi koordinatif dan biasanya unsur yang sama
disenyawakan atau dirapatkan sehingga disebut kalimat majemuk rapatan. (2) Kalimat majemuk subordinatif
adalah kalimat majemuk yang hubungan antara klausa-klausanya tidak setara atau
sederajat. Klausa yang satu merupakan klausa atasan dan yang lain disebut
klausa bawahan. Kedua klausa itu dihubungkan dengan konjungsi subordinatif.
Proses terbentuknya kalimat ini dapat dilihat dari dua sudut bertentangan.
Pertama, dipandang sebagai hasil proses menggabungkan dua buah klausa atau
lebih, dimana klausa yang satu dianggap sebagai klausa atasan dan yang lain
disebut klausa bawahan. Pandangan kedua, konstruksi kalimat subordinatif
dianggap sebagai hasil proses perluasan terhadap salah satu unsur klausanya.
(3) Kalimat majemuk
kompleks yaitu kalimat majemuk yang terdiri dari tiga klausa atau
lebih, dimana ada yang dihubungkan secara koordinatif dan ada pula yang
dihubungkan secara subordinatif. Jadi, kalimat ini merupakan campuran dari
kalimat majemuk koordinatif dan subordinatif sehingga disebut juga kalimat majemuk campuran.
Kalimat
Mayor dan Kalimat Minor
Kalimat
mayor mempunyai klausa lengkap, sekurang-kurangnya ada unsur
subjek dan predikat. Sedangkan kalimat
minor klausanya tidak lengkap, entah hanya terdiri subjek saja,
predikat saja, objek saja, atau keterangan saja; konteksnya bisa berupa konteks
kalimat, konteks situasi, atau juga topik pembicaraan.
Kalimat
Verbal dan Kalimat non-Verbal
Kalimat
verbal adalah kalimat yang dibentuk dari klausa verbal, atau kalimat
yang predikatnya berupa kata atau frase berkategori verba. Sedangkan kalimat
nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata atau frase verbal; bisa
nominal, ajektifal, adverbial, atau juga numeralia.
Berkenaan
dengan banyaknya jenis atau tipe verbal, biasanya dibedakan: (1) kalimat transitif adalah
kalimat yang predikatnya berupa verba transitif, yaitu verba yang biasanya
diikuti oleh sebuah objek kalau verba tersebut bersifat monotrasitif, dan
diikuti oleh dua buah objek kalau verba tersebut bersifat bitransitif. (2) kalimat intransitif
adalah kalimat yang predikatnya berupa verba intransitif, yaitu verba yang
tidak memiliki objek. (3) kalimat
aktif adalah kalimat yang predikatnya kata kerja aktif. Verba aktif
biasanya ditandai dengan prefiks me- atau memper- biasanya dipertentangkan
degan kalimat pasif yang ditandai dengan prefiks di- atau diper- . Ada juga
istilah kalimat aktif anti pasif dan kalimat pasif anti aktif sehubungan dengan
adanya sejumlah verba aktif yang tidak dapat dipasifkan dan verba pasif yang
tidak dapat dijadikan verba aktif (4) kalimat
dinamis adalah kalimat yang predikatnya berupa verba yang secara
semantis menyatakan tindakan atau gerakan. (5) kalimat statis adalah kalimat yang
predikatnya berupa verba yang secara semantis tidak menyatakan tindakan atau
kegiatan. (6) kalimat
nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan verba.
Kalimat
Bebas dan Kalimat Terikat
Kalimat
bebas adalah kalimat yang mempunyai potensi untuk menjadi ujaran
lengkap, atau dapat memulai sebuah paragraf atau wacana tanpa bantuan kalimat
atau konteks lain yang menjelaskannya. Sedangkan kalimat terikat adalah kalimat yang tidak
dapat berdiri sendiri sebagai ujaran yang lengkap, atau menjadi pembuka
paragraf atau wacana tanpa bantuan konteks. Biasanya kalimat terikat
menggunakan salah satu tanda ketergantungan, seperti penanda rangkaian,
penunjukan, dan penanda anaforis.
Dari
pembicaraan mengenai kalimat terikat, dapat disimpulkan bahwa sebuah kalimat
tidak harus mempunyai struktur fungsi secara lengkap. Kelengkapan sebuah
kalimat serta pemahamannya sangat tergantung pada konteks dan situasinya.
Intonasi
Kalimat
Intonasi
merupakan ciri utama yang membedakan kalimat dari sebuah klausa, sebab bisa
dikatakan: kalimat minus intonasi sama dengan klausa; atau kalau dibalik;
klausa plus intonasi sama dengan kalimat. Jadi, kalau intonasi dari sebuah
kalimat ditanggalkan maka sisanya yang tinggal adalah klausa.
Intonasi
dapat diuraikan atas ciri-ciri yang berupa tekanan, tempo, dan nada. Tekanan adalah ciri-ciri
suprasegmental yang menyertai bunyi ujaran. Tempo
adalah waktu yang diperlukan untuk melafalkan suatu arus ujaran. Nada adalah
suprasegmental yang diukur berdasarkan kenyaringan suatu segmen dalam suatu
arus ujaran. Dalam bahasa Indonesia dikenal tiga
macam nada, yang biasa dilambangkan dengan angka “1”, nada sedang
dilambangkan dengan angka “2”,
dan nada tinggi dilambangkan dengan angka “3”.
contoh:
Bacálah buku itu !
2 – 32t
/ 2 11t #
Ket: n=naik; t=turun; tanda - di atas huruf=tekanan
Tekanan
yang berbeda menyebabkan intonasinya juga berbeda; akibatnya keseluruhan
kalimat itu pun akan berbeda.
Modus, Aspek, Kala, Modalitas,
Fokus, dan Diatesis
Modus
Modus adalah pengungkapan atau penggambaran
suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembaca atau sikap si
pembicara tentang apa yang diungkapkannya.
Ada beberapa macam modus, antara
lain (1) modus indikatif
atau modus deklaratif, yaitu modus yang menunjukkan sikap objektif atau netral;
(2) modus optatif,
yaitu modus yang menunjukkan harapan atau keinginan; (3) modus imperatif, yaitu
modus yang menyatakan perintah, larangan, atau tengahan; (4) modus interogatif, yaitu
modus yang menyatakan pertanyaan; (5) modus
obligatif, yaitu modus yang menyatakan keharusan; (6) modus desideratif, yaitu
modus yang menyatakan keinginan atau kemauan; dan (7) modus kondisional, yaitu
modus yang menyatakan persyaratan.
Sesungguhnya yang menjadi pembeda
antara kalimat deklaratif, interogatif, imperatif, dan interjektif, adalah
modus.
Aspek
Aspek adalah cara untuk memandang pembentukan
waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian, atau proses.
Dalam berbagai bahasa aspek merupakan kategori gramatikal karena dinyatakan
secara morfemis. Dalam bahasa Indonesia aspek dinyatakan tidak secara morfemis
melainkan dengan berbagai cara dan alat leksikal. Dalam bahasa Indonesia aspek
juga ada yang sudah dinyatakan secara inhern oleh tipe verbanya.
Berbagai macam aspek dari berbagai
bahasa, antara lain: (1) aspek
kontinuatif, yaitu yang menyatakan perbuatan terus berlangsung; (2)
aspek inseptif,
yaitu yang menyatakan peristiwa atau kejadian yang baru mulai; (3) aspek progresif, yaitu
aspek yang menyatakan perbuatan sedang berlangsung; (4) aspek repetitif, yaitu
yang menyatakan perbuatan itu terjadi berulang-ulang; (5) aspek perefektif, yaitu
yang menyatakan perbuatan sudah selesai; (6) aspek
imperfektif, yaitu yang menyatakan perbuatan berlangsung sebentar;
dan (8) aspek sesatif,
yaitu yang menyatakan perbuatan berakhir.
Kala
Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang
menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang
disebutkan di dalam predikat. Kala ini lazimnya menyatakan waktu sekarang, sudah
lampau, dan akan datang. Beberapa bahasa menandai kala itu secara morfemis;
artinya, pertanyaan kala itu ditandai dengan bentuk kata tertentu pada
verbanya.
Bahasa
Indonesia tidak menandai kala secara morfemis, melainkan secara leksikal.
Dalam
bahasa Indonesia banyak orang yang mengelirukan konsep kala dengan konsep
keterangan waktu sebagai fungsi sintaksis; sehingga mereka mengatakan kala
sudah, sedang, dan akan adalah keterangan waktu. Padahal keterangan waktu, dan
keterangan lainnya, sebagai fungsi sintaksis memberi keterangan terhadap
keseluruhan kalimat. Posisinya pun dapat dipindahkan ke awal kalimat atau ke
tempat lain; sedangkan kala terikat pada verbanya atau predikatnya. Penyebab
kekeliruan itu barangkali karena kata-kata seperti sudah, sedang, dan akan itu
“sejenis” dengan kata-kata kemarin, tadi, dan besok yang menyatakan waktu; dan
kata yang terakhir ini memang dapat mengisi fungsi keterangan. Mungkin juga
karena dalam tata bahasa tradisional, istilah keterangan digunakan untuk dua
macam konsep, yaitu konsep fungsi sintaksis, dan konsep kategori sintaksis.
Modalitas
Modalitas
adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara
terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan
peristiwa; atau juga sikap terhadap lawan bicaranya. Sikap ini dapat berupa
pernyataan kemungkinan, keinginan, atau juga keizinan. Dalam bahasa Indonesia
dan sejumlah bahasa lain, modalitas dinyatakan secara leksikal.
Dalam
kepustakaan linguistik dikenal adanya beberapa jenis modalitas; antara lain (1)
modalitas intensional,
yaitu modalitas yang menyatakan keinginan, harapan, permintaan, atau juga
ajakan; (2) modalitas
epistemik, yaitu modalitas yang menyatakan kemungkinan, kepastian,
dan keharusan; (3) modalitas
deontik, yaitu modalitas yang menyatakan keizinan atau keperkeaan;
dan (4) modalitas diamik,
yaitu modalitas yang menyatakan kemampuan.
Fokus
Fokus
adalah unsur yang menonjolkan bagian kalimat sehingga perhatian
pendengar atau pembaca tertuju pada bagian itu. Ada bahasa yang mengungkapkan
fokus ini secara morfemis, dengan menggunakan afiks tertentu; tetapi ada pula
yang menggunakan cara lain.
Dalam
bahasa Indonesia fokus kalimat dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain: Pertama,
dengan memberi tekanan pada bagian kalimat yang difokuskan. Kedua, dengan
mengedepankan bagian kalimat yang difokuskan. Ketiga, dengan cara memakai partikel pun,
yang, tentang, dan adalah pada bagian kalimat yang difokuskan. Keempat, dengan
mengontraskan dua bagian kalimat. Kelima,
dengan menggunakan konstruksi posesif anaforis beranteseden.
Diatesis
Diatesis
adalah gambaran hubungan antara pelaku atau peserta dalam
kalimat dengan perbuatan yang dikemukakan dalam kalimat itu.
Ada
beberapa macam diatesis, antara lain, (1) diatesis
aktif, yakni jika subjek yang berbuat atau melakukan suatu
perbuatan; (2) diatesis
pasif, jika subjek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap dirinya
sendiri; (3) diatesis
refleksi, yakni jika subjek berbuat atau melakukan sesuatu terhadap
dirinya sendiri; (4) diatesis
resiprokal, yakni jika subjek yang terdiri dari dua pihak berbuat
tindakan berbalasan; dan (5) diatesis
kausatif, yakni jika subjek menjadi penyebab atas terjadinya
sesuatu.
WACANA
Pengertian
wacana
Wacana
adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar.
Sebagai
satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep,
gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam
wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun.
Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari
kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan
kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana
itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara
unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.
Alat
Wacana
Alat-alat
gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana menjadi
kohesif, antara lain: Pertama,
konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-bagian kalimat; atau
menghubungkan paragraf dengan paragraf. Kedua,
menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai rujukan anaforis
sehingga bagian kalimat yang sama tidak perlu diulang melainkan menggunakan
kata ganti. Ketiga,
menggunakan elipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat yang sama yang terdapat
kalimat yang lain.
Selain
dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan koheren dapat juga
dibuat dengan bantuan berbagai aspek
semantik, antara lain: Pertama,
menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat yang terdapat dalam
wacana itu. Kedua,
menggunakan hubungan generik - spesifik; atau sebaliknya spesifik - generik. Ketiga, menggunakan
hubungan perbandingan antara isi kedua bagian kalimat; atau isi antara dua buah
kalimat dalam satu wacana. Keempat,
menggunakan hubungan sebab - akibat di antara isi kedua bagian kalimat; atau
isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Kelima, menggunakan hubungan tujuan di
dalam isi sebuah wacana. Keenam,
menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian kalimat atau pada dua
kalimat dalam satu wacana.
Jenis
Wacana
Berkenaan dengan sasarannya, yaitu bahasa lisan atau
bahasa tulis, dilihat adanya wacana lisan dan wacana tulis.
Dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam bentuk uraian
ataukah bentuk puitik dibagi wacana prosa dan wacana puisi. Selanjutnya, wacana
prosa, dilihat dari penyampaian isinya dibedakan menjadi wacana narasi, wacana
eksposisi, wacana persuasi dan wacana argumentasi.
Subsatuan
Wacana
Dalam
wacana berupa karangan ilmiah, dibangun oleh subsatuan atau sub-subsatuan
wacana yang disebut bab, subbab, paragraf, atau juga subparagraf. Namun, dalam
wacana –wacana singkat sub-subsatuan wacana tidak ada.
CATATAN
MENGENAI HIERARKI SATUAN
Urutan hierarki satuan-satuan linguistik bahwa satuan yang
satu tingkat lebih kecil akan membentuk satuan yang lebih besar yaitu : wacana,
kalimat, klausa, frase, kata, morfem, fonem. Urutan hierarki tersebut adalah
urutan normal teoritis. Dalam praktek berbahasa banyak faktor yang menyebabkan
terjadinya penyimpangan urutan. Kalau dalam urutan normal kenaikan tingkat atau
penurunan tingkat terjadi pada jenjang berikutnya yang satu tingkat ke atas
atau satu tingkat ke bawah, maka dalam pelompatan tingkat terjadi peristiwa,
sebuah satuan menjadi konstituen dalam jenjang, sekurang-kurangnya, dua tingkat
di atasnya. Kasus pelapisan tingkat terjadi kalau sebuah konstituen menjadi
unsur konstituen pada konstruksi yang tingkatannya sama. Dan kasus penurunan
tingkat terjadi apabila sebuah konstituen menjadi unsur konstituen lain yang
tingkatannya lebih rendah sari tingkatan konstituen asalnya.
No comments:
Post a Comment