Thursday, June 21, 2012

UPAYA MENINGKATKAN PROFESIONALISME GURU DI SEKOLAH


 
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Profesi Pendidikan di STKIP Muhammadiyah Pringsewu.
Selama penulisan Makalah ini, penulis mendapat bantuan dan dukungan dari semua pihak, maka Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Bapak Suprapto BZ, M.Pd selaku Dosen pengampu Mata Kuliah Profesi Pendidikan.
2.      Rekan-rekan yang selalu memberi Doa dan dukungan baik secara moril maupun materil.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
1.2  Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Profesionalisme Guru
2.2  Perkembangan dan Permasalahan Profesi Guru
2.3  Kopetensi Profesional Guru
2.4  Upaya Guru dalam Meningkatkan Profesionalitas
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang Masalah
 Permasalahan guru di Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan masalah mutu profesionalisme guru yang masih belum memadai dan jelas hal ini ikut menentukan mutu pendidikan nasional. Mutu pendidikan nasional kita yang rendah, menurut beberapa pakar pendidikan, salah satu faktor penyebabnya adalah rendahnya mutu guru itu sendiri di samping faktor-faktor yang lain. Maka, sebenarnya permasalahan guru di Indonesia harus diselesaikan secara komprehensif, yaitu menyangkut semua aspek yang terkait berupa kesejahteraan, kualifikasi, pembinaan, perlindungan profesi, dan administrasinya” (Purwanto, 2004).
Rendahnya kualitas tenaga kependidikan, merupakan masalah pokok yang dihadapi pendidikan di Indonesia. Katakan saja sebagai contoh, motivasi menjadi tenaga pendidik/guru di kebanyakan sekolah selama ini dikarenakan dan hanya dilandasi oleh faktor pengabdian dan keikhlasan, sedangkan dari sisi kemampuan, kecakapan dan disiplin ilmu dikatakan masih rendah (Hujair, 2003: 226). Hal ini, menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan dan tentu mengalami kesulitan untuk memiliki keunggulan kompetitif. Maka, masalah pokok dalam pendidikan pada dasarnya adalah masalah yang terkait dengan faktor kualitas tenaga guru (Mimbar dan Sulthonie, 2001).


1.2  Tujuan
Tujuan dari pembuatan Makalah ini adalah :
1.      Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Profesi Pendidikan
2        Untuk mengetahui bagaimana bimbingan Profesionalisme guru terhadap pembentukan Pendidikan saat ini.
3        Mengetahui hubungan yang terjadi terhadap profesionalisme Guru yang diterapkan di Indonesia.
4        Signifikansi perubahan akibat Profesionalisasi Tenaga Pedidik yang terus ditingkatkan terhadap perwujudan Mutu Pendidikan di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1     Profesionalisme Guru
Berbicara tentang profesional guru sangat komprehensif. Profesi guru harus dilihat dari kemampuan menguasai kurikulum, materi pembelajaran, teknik dan metode pembelajaran, kemampuan mengelola kelas, sikap komitmen pada tugas, harus dapat menjaga kode etik profesi, di sekolah ia harus menjadi "manusia model" yang akan ditiru siswanya, di masyarakat menjadi tauladan. ada lima ukuran seorang guru dinyatakan profesional, yaitu : Pertama, memiliki komitmen pada siswa dan proses belajarnya. Kedua, secara mendalam menguasai bahan ajar dan cara mengajarkan. Ketiga, bertanggung jawab memantau kemampuan belajar siswa melalui berbagai teknik evaluasi. Keempat, mampu berpikir sistematis dalam melakukan tugas dan kelima, seyogianya menjadi bagian dari masyarakat belajar di lingkungan profesinya”( Ruspendi, 2004).
Malcon Allerd (2001) mengatakan, bahwa selain kelima aspek itu, sifat dan kepribadian guru amat penting artinya bagi proses pembelajaran adalah adaptabilitas, entusiasme, kepercayaan diri, ketelitian, empati, dan kerjasama yang baik. Guru juga dituntut untuk mereformasi pendidikan, bagaimana memanfaatkan semaksimal mungkin sumber-sumber belajar di luar sekolah, perombakan struktural hubungan antara guru dan murid, seperti layaknya hubungan pertemanan, penggunaan teknologi modern dan penguasaan iptek, kerja sama dengan teman sejawat antar sekolah, serta kerja sama dengan komunitas lingkungannya (Ruspendi: 2004).


Pandangan ini, menunjukkan bahwa betapa tingginya profesionalisme guru, tetapi apabila dilihat dari kondisi guru yang ada mulai dari aspek kemampuan, kesejahteraan dan fasilitas yang memadai, terasa sulit bagi guru untuk survive mengikuti tuntutan ini. Dengan demikian, profesionalisme guru tidak hanya berpulang pada guru itu sendiri, tetapi diperlukan political will dari pemerintah, dukungan, penghargaan, perbaikan kesejahteraan dan peningkatan kualitas melalui in service training. Maka, untuk lebih jelas menurut hemat penulis, perlu mencermati perkembangan dan permasalahan profesi guru, kompetensi penting profesi guru, dan upaya meningkatkan profesionalisme guru.
2.2     Perkembangan dan Permasalahan Profesi Guru
Profesi guru adalah termasuk profesi yang tertua di dunia. Pekerjaan mengajar telah ditekuni orang sejak lama dan perkembangan profesi guru sejalan dengan perkembangan masyarakat. Pada zaman prasejarah proses belajar mengajar berlangsung melalui pengamatan dan dilakukan oleh keluarga (Purwanto: 2005). Proses pembelajaran dilakukan one-to-one dari rumah kerumah dan di tempat-tempat ibadah. Katakan saja, sistem dan model pembelajaran lebih bercorak individual, artinya para murid belajar secara individual pada guru satu persatu. Tuntutan profesi guru juga mengukuti perkembangan dan model pembelajaran pada saat itu. Pada saat sekarang ini, sejalan dengan perkembangan sistem persekolahan, maka profesi guru juga telah dan terus mengalami perubahan mengikuti tuntutan perubahan tersebut
Profesi guru pernah menjadi profesi penting dalam perjalanan bangsa ini dalam menanamkan nasionalisme, menggalang persatuan dan berjuang melawan penjajahan. Profesi guru pada zaman dulu merupakan profesi yang paling bergensi dan menjadi dambaan bagi generasi muda pada saat itu. Tetapi, sayangnya pada beberapa dekade yang lalu dan masih berlanjut sampai kini profesi guru dianggap kurang bergengsi, kinerjanya dinilai belum optimal dan belum memenuhi harapan masyarakat. Persoalan guru semakin menjadi persoalan pokok dalam pembangunan pendidikan yang disebabkan oleh adanya tuntutan perkembangan masyarakat dan perubahan global. Hingga kini persoalan guru belum pemah terselesaikan secara tuntas (Purwanto:2005). Patut diakui, bahwa guru selalu diberikan beban dan tanggung jawab yang berat dalam usaha mendidik anak bangsa, tetapi perhatian pada profesi mereka, berupa peningkatan kualitas melalui pelatihan, inservice training profesi, reward dan penghargaan yang memadai belum optimal diberikan pada mereka. Para pengamat dan penilai pendidikan dengan kapasitas ilmunya dengan mudah memberikan kritik terhadap profesi guru yang dianggap kurang bergengsi, kinerjanya yang dinilai belum optimal dan belum memenuhi harapan masyarakat, tetapi solusi jalan keluar yang bersifat action belum optimal diberikan pada mereka berupa pelatihan pada bidang pengetahuan dan keterampilan baru secara periodik.
Pada era reformasi dan disentralisasi pendidikan saat ini, guru semestinya dapat lebih mendapatkan pemberdayaan baik dalam arti profesi maupun kesejahteraan. Mengapa? Karena saat ini pendidikan menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga berbagai persoalan yang terkait dengan profesionalisme dan kesejahteraan guru tentu dapat langsung dipantau oleh pemerintah daerah (Suyanto:2004) . Tetapi usaha itu belum terlihat secara nyata dilakukan oleh pemerintah, sementara guru selalu dihadapkan pada tuntutan profesionalisme dan harus mengikuti perubahan yang terjadi begitu cepat di masyarakat. Katakan saja, guru sekarang berhadap dengan kondisi ”ekstrim” yaitu akan terjadi percepatan ilmu pengetahuan melalui informasi internet dan media yang lain. Siswa atau mahasiswa, mungkin akan memiliki ilmu yang lebih tinggi daripada guru. Guru, tidak lagi dapat memaksa pandangan dan kehendaknya, karena mungkin para siswa atau mahasiswa telah memiliki pengetahuan yang lebih dari infromasi yang mereka peroleh. Sebab ilmu pengetahuan akan terbentuk secara kolektif dari banyak pemikiran dan pandangan yang tersosialisasi melalui media informasi internet dan media informasi lainnya (Hujair , 2004: 95). Misalnya saja, kalau dulu siswa hanya menerima materi dari sumber tunggal, yakni guru. Tetapi, kini siswa akan menerima materi dari banyak sumber. Guru, bukan lagi satu-satunya sumber belajar, karena siswa dapat belajar dari siapa saja dengan bahasa yang mereka kuasai ( Mastuhu,1999 : 34).
Guru sekarang, harus menguasai kemampuan akademik, pedagogik, sosial dan budaya, teknologi informasi, mampu berpikir kritis, mengikuti dan tanggap terhadap setiap perubahan serta mampu menyelesaikan masalah. Guru tidak hanya datang ke sekolah melulu untuk mengajar saja sebagai tugas rutinitas dan kemampuan untuk mengelola kelas saja juga tidak cukup lagi. Tetapi, guru diharapkan dapat menjadi pemimpin dan sebagai agen perubahan yang mampu mempersiapkan anak didik agar siap menghadapi tantangan perubahan global dan era informasi di luar sekolah (Naniek Satijadi: 2004).
Dapat dikatakan bahwa persoalan guru di Indonesia sangat terkait dan terletak pada masalah-masalah kualifikasi yang rendah, kemampuan profesional, pembinaan yang terpusat, perlindungan profesi yang belum memadai dan perseberannya yang tidak merata sehingga menyebabkan kekurangan guru di beberapa lokasi. Segala persoalan guru tersebut timbul oleh karena adanya berbagai sebab dan masing-masing saling mempengaruhi (Purwanto:2005). Dengan demikian, permasalahan guru, baik secara langsung maupun tidak langsung sangat terkait dengan mutu profesionalisme guru yang dianggap belum optimal. Oleh karena itu, permasalah guru harus diselesaikan secara komprehensif yang menyangkut dengan semua aspek yang terkait yaitu aspek kualifikasi, kualitas, pembinaan, training profesi, perlindungan profesi, manajemen, kesejahteraan guru dan fasilitas.
2.3      Kompetensi Profesi Guru
Profesionalisme guru dibangun melalui penguasaan kompetensi-kompetensi yang secara nyata diperlukan dalam menyelesaikan pekerjaannya sebagai guru. Kompetensi-kompetensi penting jabatan guru tersebut adalah kompetensi bidang substansi atau bidang studi, kompetensi bidang pembelajaran, kompetensi bidang pendidikan nilai dan bimbingan serta kompetensi bidang hubungan dan pelayanan/pengabdian masyarakat. Pengembangan profesionalisme guru meliputi peningkatan kompetensi, peningkatan kinerja (performance) dan kesejahteraannya. Guru sebagai profesional dituntut untuk senatiasa meningkatkan kemampuan, wawasan dan kreativitasnya masing-masing yang saling mempengaruhi. Depdiknas, 2001, merumuskan beberapa kompetensi atau kemampuan yang sesuai seperti kompetensi kepribadian, bidang studi, dan pendidikan dan pengajaran (Suparno, 2004:47).
Masyarakat dan orang tua murid telah mempercayakan sebagian tugasnya kepada guru. Tugas guru yang diemban cukup mulia dan berat, karena dari limpahan tugas masyarakat dan orang murid tersebut, antara lain adalah kemampuan guru mentransfer pengetahuan dan kebudayaan dalam arti luas, keterampilan menjalani kehidupan (life skills), nilai-nilai (value) dan beliefs. Dari life skills ini, guru diharapkan dapat menciptakan suatu kondisi proses pembelajaran yang didasarkan pada leaning competency, sehingga outputnya jelas. Dari sini, guru dengan kemampuannya diharapkan dapat mengembangkan dan membangun tiga pilar keterampilan, yaitu : (1) Learning skills, yaitu keterampilan mengembangkan dan mengola pengetahuan dan pengalaman serta kemampuan dalam menjalani belajar sepanjang hayat. (2) Thinking skills, yaitu keterampilan berpikir kritis, kreatif dan inovatif untuk menghasilkan keputusan dan pemecahan masalah secara optimal. (3) Living skills, yaitu keterampilan hidup yang mencakup kematangan emosi dan sosial yang bermuara pada daya juang, tanggungjawab dan kepekaan sosil yang tinggi (Sudjarwadi dalam Hujair, 2003: 199). Selain itu, guru sebagai pendidik bukan hanya mampu mentransfer pengetahuan, keterampilan dan sikap saja, tetapi guru juga dilimpahkan tugas padanya untuk mempersiapkan generasi yang lebih baik di masa depan. Apabila dicermati, sungguh berat tugas guru, tetapi penghargaan pada profesi guru kurang optimal dan selalu dinilai kinerjanya rendah. Apapun itu semua, mau tidak mau, guru harus memiliki kompetensi yang optimal dalam usaha membimbing siswa agar dapat siap menghadapi kenyataan hidup (the real life) dan bahkan mampu memberikan contoh tauladan bagi siswa, memiliki pribadi dan penampilan yang menarik, mengesankan dan menjadi dambaan setiap orang.
Guru akan berhadapan dengan persoalan yang serius yaitu sekolah akan berubah dari format kelas menjadi selolah bersama dalam satu kota, sekolah bersama dalam satu negara, bahkan bersama di dunia atau sekolah global. Maka, dapat dikatakan dengan kemajuan teknologi informasi, sekolah bersama yang diikuti oleh siswa dalam jumlah besar tersebut dapat terlaksana. Indikator ini, terbukti dengan kemajuan teknologi informasi dewasa ini sudah mampu meraih semua titik yang terpencil sekalipun dan masyarakat mulai belajar serta mendapatkan informasi dan ilmu dari berbagai sumber seperti radio, televisi, komputer internet, media masa dan media yang lain. Sekolah sebagai institusi pendidikan mungkin akan tergeser perannya dan sudah tidak menjadi sumber informasi satu-satunya, bahkan bukan lagi menjadi pencetus sumber informasi yang mutakhir. Kata kuncinya adalah harus berubah, karena apabila tanpa adanya kesadaran untuk malakukan perubahan, perkembangan kemajuan dunia akan menjadi ancaman untuk menjadikan sekolah sebagai lembaga usang ( Surakhmad, 2002).
Kondisi pembelajar yang disebutkan di atas akan berpengaruh pada rutinitas kehadiran guru secara fisik di kelas. Artinya, kehadiran guru secara fisik dalam ruangan yang di sebut kelas, mungkin tidak lagi menjadi keharusan dan yang menjadi keharusan adalah adanya perhatian dan aktivitas secara mandiri terhadap sesuatu persoalan yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi interaktif. Sejalan dengan perubahan format belajar klasikal ke belajar bersama secara global tapi mandiri tersebut, dapat dipastikan bahwa peran guru juga akan berubah.
Dari paparan di atas, pertanyaan kompetensi profesi yang harus dimiliki seorang guru. Kompetensi penting profesi guru adalah: Pertama, kompetensi pada bidang studi dan pendidikan/pengajaran, yaitu mengharuskan guru untuk menguasai kurikulum, menguasai materi pelajaran, menguasai teknik dan metode mengajar. Kemampuan pada bidang studi, yaitu menuntut pemahaman pada karakteristik dan isi bahan ajar, menguasai konsepnya, mengenal betul metologi ilmu tersebut, memahami konteks ilmu tersebut dengan masyarakat, lingkungan dan dengan ilmu lain. Jadi, guru tidak cukup hanya mendalami ilmunya sendiri tetapi bagaimana dampak dan relasi ilmu tersebut dalam kehidupan masyarakat dan dengan ilmu yang lain (Suparno, 2004: 51). Dengan demikian, guru diharapkan memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas. Sedangkan kemampuan guru dalam bidang pembelajaran/pendidikan, yaitu guru harus memiliki ”pemahaman akan sifat, ciri anak didik dan perkembangannya, mengerti beberapa konsep pendidikan yang berguna untuk membantu siswa, menguasai beberapa metode mengajar yang sesuai dengan materi pelajaran dan perkembangan siswa, menguasai sistem evaluasi yang tepat dan baik (Suparno, 2004: 52). Kedua, kompetensi sosial, yaitu kompetensi pada bidang hubungan dan pelayanan, dapat berkomunikasi dengan orang lain, mampu menyelesaikan masalah, pengabdian pada masyarakat. Ketiga, kompetensi persolan atau kepribadian mencakup aktualisasi diri, kepribadian yang utuh, berbudi luhur, jujur, dewasa, beriman, bermoral, peka, objektif, luwes, berwawasan luas, berpikir kreatif, kritis, refletif, mau belajar sepanjang hayat”. (Depdiknas, 2001, dalam Suparno, 2004: 47), mengikuti perubahan, komitmen pada tugas, berdisiplin tinggi, memiliki pribadi dan penampilan yang menarik, sosok guru yang menjadi tauladan bagi siswa dan panutan masyarakat.
Tuntutan ke dapan, guru harus diuji kompetensinya secara berkela untuk untuk menjamin agar kinerjanya tetap memenuhi syarat profesional yang terus berkembanga. Maka, dapat dipastikan bahwa profil kelayakan guru akan ditekankan kepada aspek-aspek kemampuan membelajarkan siswa, yang dimulai dari kemampuan menganalisis, merencanakan atau merancang, mengembangkan, dan menilai pembelajaran yang berbasis pada penerapan teknologi pendidikan. Maka, kemampuan-kemampuan yang selama ini harus dikuasai guru juga akan lebih dituntut aktualisasinya. Misalnya saja, kemampuannya dalam merencanakan pembelajaran dan merumuskan tujuan, mengelola kegiatan individu, menggunakan multi metoda, dan memanfaatkan media, berkomunikasi interaktif dengan baik, memotivasi dan memberikan respons, melibatkan siswa dalam aktivitas, mengadakan penyesuaian dengan kondisi siswa, melaksanakan dan mengelola pembelajaran, menguasai materi pelajaran, memperbaiki dan mengevaluasi pembelajaran, memberikan bimbingan, berinteraksi dengan sejawat dan bertanggungjawab kepada konstituen serta, mampu melaksanakan penelitian (Purwanto, 2004).
Dengan demikian, langkah-langkah dalam upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru: Pertama, guru harus menguasai kemampuan-kemampuan dan keterampilan dasar pembelajaran secara baik. Kedua, guru berusaha meningkatkan kualitasnya dengan mengikuti pelatihan dalam bidang keterampilan baru yang diperluakn guru sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ketiga, harus mau membuat penilaian atas kinerjanya sendiri atau mau melakukan otokritik terhadap kinerjanya sendiri. Keempat, kritik yang membangun, pendapat dan berbagai harapan masyarakat harus menjadi perhatian sebagai upaya perbaikan kinerja guru. Kelima, guru harus berusaha memperbaiki profesionalismenya sendiri dan masyaraakat hanya membantu mempertajam dan menjadi pendorong untuk meningkatkan profesi guru.
3.4     Upaya Guru dalam Meningkatkan Profesionalisme
Dengan adanya tuntutan untuk peningkatan kualitas profesionalisme guru, maka guru harus selalu berusaha melakukan hal-hal sebagai berikut : Pertama, memahami tuntutan standar profesi yang ada, yaitu guru berupaya memahami tuntutan standar profesi yang ada dan ditempatkan sebagai prioritas utama jika guru ingin meningkatkan profesionalismenya. Hal ini didasarkan kepada beberapa alasan, yaitu (1) persaingan global sekarang memungkinkan adanya mobilitas guru secara lintas negara, (2) sebagai profesional seorang guru harus mengikuti tuntutan perkembangan profesi secara global, dan tuntutan masyarakat yang menghendaki pelayanan vang lebih baik, (3) untuk memenuhi standar profesi ini, guru harus belaiar secara terus menerus sepanjang hayat, (4) guru harus membuka diri, mau mendengar dan melihat perkembangan baru di bidangnya. Kedua mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan, artinya upaya untuk mencapai kualifikasi dan kompetensi yang dipersyaratkan bagi guru. Maka, dengan dipenuhinya kualifikasi dan kompetensi yang memadai, guru memiliki posisi tawar yang kuat dan memenuhi syarat yang dibutuhkan. Ketiga, membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas termasuk lewat organisasi profesi.

Upaya membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas dapat dilakukan guru dengan membina jaringan kerja atau networking. Guru harus berusaha mengetahui apa yang telah dilakukan oleh sejawatnya yang sukses. Sehingga bisa belajar untuk mencapai sukses yang sama atau bahkan bisa lebih baik lagi. Melalui networking inilah guru memperoleh akses terhadap inovasi-inovasi di bidang profesinya dan akses sosial yang lainnya. Keempat, mengembangkan etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada pengguna pendidikan, merupakan suatu keharusan di era reformasi pendidikan sekarang ini. Artinya, semua sektor dan bidang dituntut memberikan pelayanan prima kepada kastemer atau pengguna. Maka, Guru pun harus memberikan pelayanan prima kepada pengguna yaitu siswa, orangtua dan sekolah sebagai stakeholder. Terlebih lagi pelayanan pendidikan adalah termasuk pelayanan publik vang didanai, diadakan, dikontrol oleh dan untuk kepentingan publik. Dengan demikian, guru harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada publik. Kelima, mengadopsi inovasi atau mengembangkan kreativitas dalam pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi mutakhir.




BAB III
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
Tuntutan profesionalisme guru tentu harus terkait dan dibangun melalui penguasaan kompetensi-kompetensi yang secara nyata dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas-tugas dan pekerjaannya sebagai guru. Kompetensi-kompetensi penting jabatan guru tersebut adalah : Kompotensi profesional, yaitu kompetensi pada bidang substansi atau bidang studi (kurikulum), kompetensi bidang pembelajaran (menguasai materi pelajaran), teknik dan metode pembelajaran, sistem penilaian, pendidikan nilai dan bimbingan. Kompetensi sosial, yaitu kompetensi pada bidang hubungan dan pelayanan, mampu menyelesaikan masalah, pengabdian pada masyarakat. Kompetensi personal, yaitu kompetensi nilai yang dibangun melalui perilaku yang dilakukan guru, komitmen pada tugas, berdisiplin tinggi, memiliki pribadi dan penampilan yang menarik, mengesankan serta guru yang gaul dan ”funky” sehingga menjadi dambaan setiap orang, sosok guru yang menjadi tauladan bagi siswa dan panutan masyarakat.

3.2     Saran
Rencana pemerintah untuk melakukan sertifikasi guru perlu dihargai sebagai wujud perhatian terhadap nasib guru yang terpinggirkan dan selalu mendapatkan julukan pahlawan tanpa jasa. Namun pemerintah tidak perlu membentuk badan baru untuk melakukan sertifikasi, artinya daripada membentuk badan baru, akan lebih baik jika Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan [LPTK] atau universitas keguruan eks IKIP diberdayakan untuk melakukan sertifikasi guru. Lembaga-lembaga kependidikan yang menyelenggarakan program Akta IV sebagai upaya untuk sertifikasi guru perlu ditingkatkan kualitas, sehingga memiliki kualifikasi untuk dapat mendidik para calon guru.

DAFTAR PUSTAKA
AECT. The Definition of Educational Technology. Washington,DC: 1977
Ashby, Sir Eric. The Fourth Revolution. Instructional Technology in Higher Education. New York: McGraww-Hill Book Co. 1972
Banathy, Bela H. System Design in Education : a journey to create the future. Englewood Cliffs, NJ : Educational Technology Publications. 1991
Daoed Joesoef Pidato Pengarahan Menteri Pendidikan dan Kebuadayaan pada Rapat Koordinasi Teknologi Komunikasi untuk Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta. 1981
Akadum. 1999. Potret Guru Memasuki Milenium Ketiga. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1999/01/220199/OpEd, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.
Arifin, I. 2000. Profesionalisme Guru: Analisis Wacana Reformasi Pendidikan dalam Era Globalisasi. Simposium Nasional Pendidikan di Universitas Muham-madiyah Malang, 25-26 Juli 2001.

Dahrin, D. 2000. Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensip: Transformasi Pendidikan. Komunitas, Forum Rektor Indonesia. Vol.1 No. Hlm 24.




STRATEGI KEPALA SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI GURU


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Profesi Pendidikan di STKIP Muhammadiyah Pringsewu.
Selama penulisan Makalah ini, penulis mendapat bantuan dan dukungan dari semua pihak, maka Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1.      Bapak Suprapto BZ, M.Pd selaku Dosen pengampu Mata Kuliah Profesi Pendidikan.
2.      Rekan-rekan yang selalu memberi Doa dan dukungan baik secara moril maupun materil.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
1.2  Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Program Sertifikasi Guru
2.2  Pengaruh Negatif Sertifikasi Terhadap Kompetensi Profesional Guru
2.3  Cara Mengantisipasi Pengaruh Negatif Sertifikasi Guru terhadap Kinerja   dan Kompetensi Guru
BAB III PENUTUP
3.1  Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang Masalah
Terdapat hubungan antara kemampuan, motivasi, dan kejelasan peran, dengan kinerja tenaga pendidik dan kependidikan. Demikian kesimpulan  Prof. H. A. Sonhadji, MA., Ph. D. dosen Manajemen Sumber Daya Pendidikan dalam kumpulan Materi Perkuliahan Manajemen Sumber Daya Pendidikan yang berjudul Dasar-dasar Manajemen Sumber Daya Manusia. Sedangkan Prof. Dr. J. Winardi, SE. Dalam buku ”Teori Organisasi dan Pengorganisasian”  menulis bahwa organisasi-organisasi dibentuk untuk mencapai sejumlah tujuan, dan perilaku  para anggota organisasi dapat diterangkan sehubungan dengan upaya rasional untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

Dua pendapat tersebut jika dihubungkan bahwa di lingkungan lembaga pendidikan yang di dalamnya tergabung Tenaga Pendidik (Guru & Konselor) dan Tenaga Kependidikan (Kepala Sekolah, Tenaga Administrasi / Tata Usaha, Laboran, Pustakawan, dan Tenaga Kebersihan, yang memang mempunyai tujuan untuk mewujudkan ketercapaian tujuan pendidikan nasional jelas memerlukan upaya untuk memotivasi kerja mereka, agar bisa mencapai tujuan secara efektif.

Saat ini, walaupun sering kita dengar keluhan masyarakat tentang adanya Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang dianggap bermasalah (terutama melalui SMS di koran lokal), seperti mangkir, terlambat masuk kerja, kerja seadanya, bahkan sampai pada masalah perselingkuhan, penyelewengan, dll. Namun pengembangan Tenaga Pendidik dan tenaga Kependidikan sudah diarahkan untuk menjadi tenaga profesional. Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan yang didalamnya tercantum tentang Standar Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan secara tegas menghendaki agar memiliki kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi yang sesuai dengan bidangnya. Ditambah lagi dengan berlakunya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, semakin jelaslah bahwa Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan bukan zamannya lagi diperlakukan dengan cara instruksi, perintah, dan suruhan-suruhan yang sifatnya cenderung memaksa. Tidak zamannya lagi dilakukan inspeksi dengan pendekatan memarahi,  menyalahkan, bahkan menghardik bak penjajah terhadap orang yang dijajah seperti masa lalu. Saat ini diperlukan pembinaan dengan pendekatan personal, profesional, sosio-kultural, dan intelektual, yang disertai upaya strategis untuk mewujudkan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang semakin profesional.

1.2        Tujuan
Tujuan dari pembuatan Makalah ini adalah :
1.      Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Profesi Pendidikan
2        Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kinerja guru terhadap pembentukan Pendidikan saat ini.
3        Mengetahui hubungan yang terjadi terhadap profesionalisme Guru yang diterapkan di Indonesia sebagai upaya peningkatan profesional guru.
4        Signifikansi perubahan akibat Profesionalisasi Tenaga Pedidik yang terus ditingkatkan melaui perwujudan Mutu Pendidikan di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Motivasi Kerja
Istilah ”motivasi” berasal dari bahasa Latin “movere” yang berarti “menggerakkan”. Pengertian motivasi berkembang dengan beragam tinjauan para ahli. Wlodkowski (1985) yang cenderung beraliran behaviorisme menjelaskan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang  memberi arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut.

Ames dan Ames (1984) menjelaskan motivasi dari pandangan kognitif. Menurut pandangan ini motivasi didefinisikan sebagai perspektif yang dimiliki seseorang mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya. Misalnya seorang guru percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk memberikan pelajaran kepada siswanya hingga berhasil. Konsep diri yang  positif ini akan menjadi motor penggerak bagi kemauannya.

Motivasi juga dijelaskan sebagai ”tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku tertentu” (Cropley, 1985). Begitu pula William G. Scott, mengemukakan bahwa motivasi secara tradisional diartikan yaitu proses yang mendorong orang-orang untuk berbuat mencapai tujuan yang diinginkan.

Jelas bahwa motivasi merupakan pendorong, pengarah, dan penggerak seseorang untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan agar apa yang dijadikan tujuan dapat dicapai. Dikaitkan dengan topik makalah ini maka motivasi dalam pembahasan ini dimaksudkan sebagai upaya yang dijadikan strategi untuk mendorong para tenaga pendidik dan tenaga kependidikan sehingga mereka melaksanakan tugas dengan baik guna mencapau tujuan pendidikan sebagaimana yang diinginkan.

2.2       Jenis-jenis Motivasi dan Beberapa Kajian
 
Menurut sifatnya motivasi dibagi menjadi dua yaitu Motivasi Positif dan Motivasi Negatif.  Motivasi Positif  adalah suatu dorongan yang mampu dan mengakibatkan timbulnya harapan pada seseorang yang dapat memuaskan dirinya baik secara material maupun psikologis.  Sedangkan motivasi negatif merupakan suatu dorongan untuk bekerja yang didasarkan adanya rasa takut dan adanya tekanan dari luar. Sehingga motivasi negatif tumbuh akibat ancaman dan paksaan. Motivasi negatif tidak akan menjamin dapat meningkatkan prestasi kerja. Motivasi negatif sebenarnya mempunyai tujuan yang sama dengan motivasi positif yakni usaha-usaha untuk mempengaruhi seseorang atau sekelompok pekerja agar melakukan pekerjaan sesuai dengan kehendak atasan dengan menggunakan cara-cara kekerasan, ancaman dan tekanan.

Pada zaman penjajahan sering ditumbuhkan motivasi negatif oleh kaum penjajah. Sedangkan di negara-negara yang sudah merdeka atau sudah maju  motivasi negatif tidak ditumbuhkan, karena bertentangan dengan prinsip hak azasi manusia dan adanya pandangan bahwa motivasi negatif tidak akan pernah dapat membangkitkan dorongan kerja dan tidak menguntungkan organisasi atau lembaga itu sendiri.

Motivasi dapat timbul dari dalam diri manusia karena :Adanya kepuasan terhadap prestasi kerja, Adanya rasa tanggung jawab yang besar, Adanya keinginan untuk berkembang, Pekerjaan itu sendiri menyenangkan, Motivasi positif dapat juga timbul dari luar diri manusia. Lingkungan kerja dapat menumbuhkan motivasi positif dengan adanya ketentuan yang jelas berkaitan seperti : kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, dan lain-lain.


Kajian Teoritis tentang motivasi sebenarnya banyak dilakukan para ahli. Salah satunya adalah oleh Abraham Maslow, seorang pencetus teori motivasi yang terkenal menguraikan bahwa pada dasarnya manusia dimotivasi untuk memuaskan 5 kategori kebutuhan yakni (1) kebutuhan fisiologis (physiological needs); (2) kebutuhan keselamatan (safety needs); (3) kebutuhan sosial (social needs); (4) kebutuhan penghormatan (esteem needs) (5) kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs). Kelima kebutuhan tersebut diupayakan untuk dipenuhi secara berjenjang, artinya orang mula-mula akan  memikirkan  kebutuhan fisiologis lebih dahulu. Jika telah terpenuhi terpenuhi maka akan meningkat untuk memenuhi kebutuhan keselamatan, dan seterusnya. Kelima kebutuhan tersebut menjadi kebutuhan dasar setiap manusia.

2.4         Karakteristik Sifat Tenaga Pendidik & Tenaga Kependidikan

Sifat-sifat manusia hanyalah merupakan suatu gejala yang tampak dari luar,  sehingga relatif sulit untuk menyatakan bahwa apa yang dilakukan seseorang menggambarkan sifat murni dari orang tersebut. Oleh karena itu seolah-olah manusia ini dianggap sebagai makhluk yang misteri, karena sukar diduga secara pasti apa yang ada dalam hatinya. Tetapi suatu yang disepakati para ahli adalah bahwa sifat-sifat manusia ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal.  Bigot dan kawan-kawan (1954) mengutip pendapat Heymans ( 1875-1930 ) menggambarkan 8 tipe sifat-sifat manusia yang dipengaruhi  oleh faktor internal  yakni oleh susunan organ tubuh  berupa darah, kelenjar lendir, kelenjar getah bening, dan empedu.
Berdasarkan kerangka pikir tersebutt, ada beberapa program pendidikan yang cukup menjanjikan untuk mewujudkan keterkaitan dan kesepadan dan sekaligus untuk membangun keunggulan dan profesionalisme. Program "CO-OP", misalnya, dapat dirintis dan dikembangkan terutama untuk jenjang pendidikan tinggi terutama politeknik. Melalui program "CO-OP" ini anak didik dilatih untuk menghayati kehidupan di dunia industri, dididik untuk memelihara dan meningkatkan etos kerja dan produktivitas, serta mengembangkan profesionalisme. Bagi jenjang pendidikan menengah kejuruan di SMK, pada prinsipnya program "CO-OP" pun dapat diterapkan dengan menyesuaikan tingkat keterampilan yang ditentukan.
pengembangan iptek. Kebijaksanaan dan program penelitian bernuansa keunggulan telah dirintis dan dikembangkan terutama sejak akhir Repelita X, antara lain melalui program Hibah Bersaing, Riset Ungulan Terpadu (RUT), dan Riset Ungulan Kemitraan (RUK). Melalui paket-paket penelitian seperti itu para peneliti di perguruan tinggi dan lembaga penelitian departemen dan non-departemen mempunyai peluang yang lebih besar untuk mengembangkan kemampuan dalam melakukan penelitian terutama untuk menghasilkan produk-produk unggulan.
Sementara itu, disadari pula bahwa masih banyak tenaga-tenaga muda di perguruan tinggi yang belum mempunyai kemampuan meneliti secara memadai. Di lain pihak, untuk menjamin agar bangsa kita berhasil memasuki era globalisasi, diperlukan critical mass sumberdaya peneliti yang andal. Kebijaksanaan yang ditempuh untuk itu adalah dengan menyediakan paket Penelitian Pembibitan yang terutama ditujukan untuk para dosen muda di perguruan tinggi yang kemampuan penelitiannya masih rendah. (pada awalnya paket penelitian ini diperkenalkan dengan istilah Riset Dosen Tertinggal, karena ditujukan untuk membantu para dosen yang kemampuan menelitinya masih rendah Pembibitan ini dipersiapkan pada tahun 1995 dan mulai dilancarkan pada tahun 1996 ini, bertepatan dengan berakhirnya paket penelitian yang dikenal dengan nama Penelitian Berbagai Bidang (BBl) yang dibiayai dengan pinjaman Bank Dunia. Dengan demikian, maka dapatlah dikatakan bahwa  program penelitian dalam rangka membangtun keunggulan dapat kita laksanakan secara lestari.


Jika merujuk pada Teori Dua Faktor yang dikemukakan Herzberg, maka faktor eksternal yang menentukan antara lain :Kebijaksanaan perusahaan, Supervisi Teknik, Hubungan Interpersonal, dan Sistem Upah dan Gaji.
Begitu pula jika kita merujuk pada teori kebutuhan menurut Maslow berupa lima kategori yang akan dipenuhi oleh setiap manusia, maka mobilitas motivasi seseorang sebagai Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan akan ditentukan oleh upaya untuk meningkatkannya. Dengan demikian harus ada upaya yang bersifat strategik dari seorang pimpinan agar tugas para Pendidik dan Tenaga Kependidikan dapat didorong, diarahkan, dan digerakkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan.

2.5        Beberapa Strategi Meningkatkan Motivasi

Motivasi positif perlu dikembangkan untuk meningkatkan prestasi kerja dan kepuasan kerja  tenaga pendidik dan kependidikan yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan produktivitas organisasi kerja yakni mutu sekolah sebagai lembaga pendidikan.                             

A. Strategi Mengembangkan Motivasi.
 Kepala Sekolah sebagai seorang pimpinan di suatu lembaga pendidikan  perlu mempunyai strategi tertentu untuk mengembangkan motivasi pendidik dan tenaga kependidikan di lingkungan kerjanya.
Beberapa strategi yang bisa diterapkan antara lain  :
1.      Mengenali dengan baik seluruh personil bawahannya.
2.      Tempatkan bawahan pada pekerjaan yang sesuai dengan minat, kemampuan dan keahlian serta kesenangannya.
3.      Tidak ada bawahan yang ”dekat” dan ”jauh” atau ”anak emas” dan ”perak”. Kembangkan kondisi bahwa produktivitas kerjanya baik adalah memberi kesempatan yang sama dan tidak memprioritaskan seseorang atau sekelompok kerja saja.
4.      Menerapkan strategi yang dirumuskan oleh Ki Hajar Dewantara yakni : (a) Ing ngarso sung tulodo, (b) Ing Madyo Mangun Karso, (c) Tut Wuri handayani.


Memperhatikan pendapat Schwartz David J. (1996) yang memberikan uraian tentang teknik sukses untuk memotivasi orang lain, maka seorang kepala sekolah dapat melakukannya berupa   :
1.      Tunjukkan kepada tenaga pendidik & tenaga kependidikan tentang bagaimana cara untuk sukses.
2.      Bagaimana membantu guru berprestasi & memperoleh informasi baru.
3.      Menguasai kekuatan pujian untuk mempengaruhi guru.
4.      Mengatakan kepada guru, bahwa mereka kelihatan bagus.
5.      Katakan sesuatu yang baik tentang guru (keluarga, dll.).
6.      Akuilah prestasi guru / aktualisasi diri.
7.      Kagumi bila guru punya gagasan atau bahkan barang yang patut dikagumi.
8.      Pujilah guru karena gagasan dan usahanya.
9.      Bicaralah tentang apa yang baik, dan jangan menggunjing.
10.  Teruskan pujian kepada teman guru lain, dan kepala sekolah lain, maka anda akan mendapat teman.
11.  Hindarilah jebakan gunjingan.
12.  Bertekadlah untuk memajukan guru, jangan pernah balas dendam.

Sonhaji (2005) merumuskan sepuluh strategi dasar yang telah diuji efektif dalam memotifasi pekerja adalah sebagai berikut  :
1.      Memberi tugas kepada seorang mentor (ssignment of a mentor).
2.      Penugasan secara bertukar (rotational assignment).
3.      Pelatihan Silang (cross  training).
4.      Proyek yang luas (strech projects).
5.      Pendekatan tim (team approach).
6.      Penugasan khusus (special assignment)
7.      Peluang untuk berkreasi (an opportunity to create)
8.      Tanggung jawab yang menyenangkan (plum responsibility).
9.      Kesempatan untuk belajar (learning opportunity).
10.  Strategi Makan Siang (the lunch strategy).


2.6      Profesionalisme Dan Keunggulan Yang Dibangun Oleh Kepala Sekolah
merupakan kata kunci yang perlu terus kita dengungkan dalam upaya kita membangun sumberdaya manusia yang berkualitas menyongsong era industrialisasi dan globalisasi. Keduanya, lagi-lagi, tidak mungkin diwujudkan tanpa penguasaan iptek.
Dalam dunia yang berkembang pesat dewasa ini dan di masa mendatang, untuk membangun profesionalisme yang andal diperlukan muatan iptek yang senantiasa baru. Dunia pendidikan pada gilirannya dituntut pula untuk selalu mengantisipasi berbagai perubahan dan perkembangan yang terjadi itu. Masalah yang seringkali kita hadapi adalah kecepatan perkembangan yang terjadi di dunia pendidikan selalu Iebih lambat dari kecepatan perkembangan yang terjadi di dunia industri dan dunia luar pendidikan lainnya. Memang demikianlah sifat dasar dari dunia pendidikan.Menyadari karakteristik seperti itu, langkah yang perlu kita tempuh bukanlah dengan serta-merta merubah kurikulum agar lebih terkait dengan kebutuhan sesaat. Saya yakin, bahwa konsep keterkaitan dan kesepadanan (link and match) yang dicanangkan Mendikbud juga tidak diartikan sesempit itu.
Keterkaitan dan kesepadanan antara dunia pendidikan dengan dunia industri dan dunia usaha lainya serta perkembangan tuntutan pembangunan perlu diartikan dan dijabarkan dengan seksama. Menurut hemat saya adalah dengan cara memberikan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi kepada anak didik untuk siap berkembang dan dalam waktu relatif singkat mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan nyata di lapangan.
Jika keterkaitan dan kesepadanan dengan dunia industri ingin ditingkatkan, materi kurikulum yang dirancang bukanlah kurikulum industri dalam arti hanya sekedar mengajarkan teknik-teknik yang ada dan pada saat sekarang dibutuhkan oleh industri. Mengapa? Karena bukannya tidak mungkin besok-lusa teknologi yang sekarang ada itu berubah. Contoh konkrit adalah teknologi komputer yang demikian cepat berkembang dan berubah. Materi kurikulum yang perlu diberikan kepada anak didik adalah materi dasar yang membangun kemajuan iptek, bukan tingkat iptek yang sekarang sedang digunakan. Dengan cara seperti itu, konsep keterkaitan dan kesepadanan akan dapat diterapkan (implemlentable) dan lestari (sustainable)

BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Dari uraian terdahulu maka disimpulkan sebagai berikut  :
1.    Efektifitas pencapaian tujuan dari suatu sekolah sebagai suatu organisasi lembaga pendidikan juga ditentukan oleh adanya motivasi yang dikembangkan oleh Kepala Sekolah sebagai pimpinan lembaga dimaksud.
2.    Dalam memberikan motivasi terhadap tenaga pendidik dan tenaga kependidikan perlu memperhatikan  pendekatan personil, pendekatan profesional, pendekatan sosio kultural, pendekatan intelektual, pendekatan program.
3.    Strategi yang digunakan oleh kepala sekolah untuk memberikan motivasi kepada Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan harus dengan strategi yang sudah teruji efektif digunakan.

Sehubungan dengan hal tersebut maka disarankan bahwa setiap Kepala Sekolah sebagai pimpinan suatu lembaga pendidikan selalu tak henti-hentinya mengembangkan motivasi baik secara formal maupun  informal dengan memperhatikan pendekatan dan strategi yang tepat.

3.2       Saran
Dalam menerapkan konsep keunggulan dan profesionalisme melalui pendidikan di sekolah seringkali kita menghadapi masalah kurang tersedianya tenaga pendidik yang mumpuni dan mampu mengikuti perkembangan yang terjadi dengan pesat. Dalam hal ini, program penyegaran melalui pelatihan jangka pendek 8-12 minggu (short course) atau semacam contemporer technology course perlu digalakkan. Dalam pada itu, kegiatan re-orientasi bagi para pendidik atau instruktur perlu juga dibiasakan. Kegiatan re orientasi ini tidak harus dilakukan melalui pelatihan, tetapi juga dapat dipenuhi dengan cara mendapatkan bahan-bahan atau materi baru dari jurnal atau majalah ilmiah berkala. Dalam konteks inilah, maka perpustakaan dan sumberdaya informasi memegang peranan yang sangat penting.
Keunggulan dari setiap jenis produk berupa barang dan jasa merupakan kunci bagi keberhasilan di dunia yang persaingannya semakin ketat. Untuk itu keunggulan iptek harus terus diupayakan, ditingkatkan, dan dikembangkan. Dalam kaitan inilah, kegiatan penelitian sepatutnya dilakukan tanpa henti-hentinya, karena penelitian merupakan









DAFTAR PUSTAKA

Anwar, HM. Idochi dan YH Amir (2001). Administrasi Pendidikan, Teori, Konsep, dan Isu, Program Pascasarjana. UPI
Buchori, Mochtar. 1994a Spektrum Problematika Pendidikan di Indonesia, Tiara Wacana, Yogya, Cetakan Pertama,
———–, 1994b. Ilmu Pendidikan dan Praktek Pendidikan, Tiara Wacana, Yogya, cetakan pertama,.
———–, 2001. Transformasi Pendidikan, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, Cetakan Kedua
Engkoswara, 2001.Paradigma Manajemen Pendidikan menyongsong otonomi Daerah, Yayasan Amal Keluarga. Bandung, Cetakan Kedua,
————, 2002 Lembaga Pendidikan sebagai Pusat Pembudayaan, Yayasan Amal Keluarga, Bandung. Cetakan Pertama,
Imron, Ali, 1995. Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta
Tilaar, H.A.R. 2004Paradigma Pendidikan Nasional, Rineka Cipta, Jakarta. Cetakan Kedua,
————, 1977. Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi, Grasindo, Jakarta, Cetakan Pertama,
Taylor, Sndra,et al. 1997. Educational Policy and The Politics of Change, Routledge, London
This entry was posted on Jumat, April 6th, 2007 at 6:49 adalah and is filed under PENDIDIKAN. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or

MENULIS SEBAGAI PROSES

A.   Pendahuluan Dalam makalah ini akan dibicarakan tentang menulis sebagai proses, Dan bagaimana dapat dikatakn menulis merupakan sebuah ...