KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis
panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Profesi Pendidikan di
STKIP Muhammadiyah Pringsewu.
Selama penulisan Makalah
ini, penulis mendapat bantuan dan dukungan dari semua pihak, maka Penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1.
Bapak Suprapto BZ, M.Pd selaku
Dosen pengampu Mata Kuliah Profesi Pendidikan.
2.
Rekan-rekan yang selalu memberi
Doa dan dukungan baik secara moril maupun materil.
Penulis menyadari bahwa
Makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan
kritikan yang sifatnya membangun. Penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca umumnya
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Program Sertifikasi Guru
2.2 Pengaruh Negatif Sertifikasi
Terhadap Kompetensi Profesional Guru
2.3 Cara Mengantisipasi Pengaruh Negatif
Sertifikasi Guru terhadap Kinerja dan
Kompetensi Guru
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Teknologi
merupakan merupakan bagian integral dalam setiap budaya. Makin maju suatu
budaya, makin banyak dan makin canggih teknologi yang digunakan. Meskipun
demikian masih banyak di antara kita yang tidak menyadari akan hal itu. Sebenarnya
25 tahun yang lalu Menteri Pendidikan Daoed Joesoef telah menyatakan bahwa “Teknologi
diterapkan di semua bidang kehidupan, di antaranya bidang pendidikan. Teknologi
pendidikan ini karenanya beroperasi dalam seluruh bidang pendidikan secara
integratif, yaitu secara rasional berkembang dan terjalin dalam berbagai bidang
penididikan”. Pernyataan kebijakan itu merupakan penegasan dari penetapan
kebijakan sebelumnya, termasuk yang tertuang dalam PELITA I s/d III.
Apa
yang telah merupakan pernyataan kebijakan, masih dipersoalkan sampai saat ini.
Mungkin dengan dalih bahwa pernyataan Menteri yang terdahulu, tidak lagi
berlaku sekarang. Di kalangan akademik masih ada yang mempertanyakan apa
sebenarnya teknologi pendidikan itu, karena di Amerika Serikat saja yang ada
adalah istilah Instructional Design,
Development and Evaluation (IDDE di Syracuse University, Instructional System Technology (IST di
Indiana University), bahkan organisasi profesi yang ada adalah AECT (Association for Educational and
Communications and Technology).
1.2
Tujuan
Tujuan
dari pembuatan Makalah ini adalah :
1.
Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Profesi Pendidikan
2
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Teknologi dan
profesional guru terhadap pembentukan Pendidikan saat ini.
3
Mengetahui hubungan yang terjadi terhadap
profesionalisme Guru yang diterapkan pada Teknolog di Indonesia sebagai upaya
peningkatan Mutu Pendidikan
4
Signifikansi perubahan akibat pengaruh Teknologi
yang terus ditingkatkan melaui perwujudan Mutu Pendidikan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Disiplin Keilmuan Teknologi Pendidikan
Sifat teknologi
pendidikan yang integratif seperti dinyatakan oleh Daoed Joesoef, tidak
mengetahui apa dan bagaimana wujut unsur teknologi pendidikan yang telah
terintegrasi tersebut. Mereka yang hanya mampu melihat hasil akhir suatu produk
atau sistem, misalnya media pembelajaran, tidak akan dapat mengetahui apa saja
unsur yang membentuk produk tersebut, dan bagaimana produk itu dihasilkan serta
bagaimana produk tersebut berfungsi
dalam sistem.
Menghadapi
masih adanya sikap acuh tersebut, para teknolog pendidikan baik praktisi maupun
akademisi yang mempunyai komitmen profesi harus berpikir dan bertindak proaktif
untuk menanggapi sikap tersebut, dengan membuktikan dan mengembangkan teknologi
pendidikan sehingga manfaatnya dapat dirasakan atau setidak-tidaknya diketahui
oleh masyarakat luas.
Dalam
makalah ini diungkap secara singkat wujud sumbangan Teknologi Pendidikan
sebagai disiplin keilmuan, sebagi profesi, dan sebagai bidang garapan, serta kontribusinya
dalam pembangunan pendidikan.
Disiplin Keilmuan Teknologi Pendidikan
Terlebih
dahulu perlu diberikan batasan umum tentang pengertian teknologi, semua
teknologi termasuk teknologi pendidikan, yaitu :
·
proses yang meningkatkan nilai tambah;
·
produk yang digunakan dan/atau dihasilkan untuk memudahkan
dan mening-katkan
kinerja;
·
struktur atau sistem dimana proses dan produk itu
dikembangkan dan digunakan.
Teknologi memasak misalnya, adalah proses untuk mengolah bahan mentah
(sayuran, tahu, tempe, daging, garam, bumbu dsb.) dengan menggunakan produk
berupa pisau, wajan, panci, kompor dsb. untuk menghasilkan produk berupa
makanan, dan makanan itu sendiri
merupakan komponen dari sistem kelangsungan hidup berupa gizi atau nutrisi,
yang perlu dilengkapi dengan komponen lain seperti minum, olahraga, istirahat
dsb.
Teknologi
pendidikan telah berkembang sebagai suatu disiplin keilmuan yang berdiri
sendiri. Perkembangan tersebut dilandasi oleh serangkaian kaidah atau dasar
yang dijadikan patokan pembenaran. Secara falsafi, dasar keilmuan itu meliputi : ontologi atau rumusan
tentang obyek formal atau pokok telaah yang merupakan gejala pengamatan yang
tidak tergarap oleh bidang telaah lain; epistemologi yaitu usaha atau
prinsip intelektual untuk memperoleh kebenaran dalam pokok telaah yang
ditentukan; dan aksiologi atau nilai-nilai yang menentukan kegunaan dari
pokok telaah yang ditentukan, yang mempersoalkan nilai moral atau etika dan
nilai seni dan keindahan atau estetika. (Miarso,2004)
Obyek formal teknologi pendidikan adalah belajar pada manusia. Belajar itu
sendiri dapat diartikan sebagai perubahan pada diri seseorang atau suatu
lembaga yang relatif menetap dan berkembang dalam pengetahuan, sikap dan
keterampilan, yang disebabkan karena
pemikiran dan pengalaman. Belajar
itu terjadi dimana saja, kapan saja, apa saja, dari apa atau siapa saja, dan
dengan cara bagaimana saja. Gambar
berikut menunjukkan obyek formal tersebut.
Gambar 1 : Obyek Formal
teknologi Pendidikan
Sedang gejala yang memerlukan penggarapan terhadap obyek
formal tersebut adalah :
1. Adanya sejumlah besar orang yang belum terpenuhi
kesempatan belajarnya, baik yang diperoleh melalui suatu lembaga khusus, maupun
yang dapat diperoleh secara mandiri
2.
Adanya berbagai sumber belajar baik yang telah tersedia
maupun yang dapat direkayasa, tetapi belum dapat dimanfaatkan untuk keperluan
belajar.
3.
Diperlukan adanya suatu usaha khusus yang terarah dan
terencana untuk menggarap sumber-sumber tersebut agar dapat terpenuhi hasrat
belajar setiap orang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lingkungan.
4.
Diperlukan adanya pengelolaan atas kegiatan khusus dalam
mengembangkan dan memanfaatkan sumber untuk belajar tersebut secara efektif,
efisien dan selaras.
2.2 Profesi Teknologi Pendidikan
Setiap profesi
paling sedikit harus memenuhi lima syarat. Pertama adalah pendidikan dan
pelatihan yang memadai, kedua adanya komitmen terhadap tugas profesionalnya,
ketiga adanya usaha untuk senantiasa mengembangkan diri sesuai dengan kondisi
lingkungan dan tuntutan zaman, keempat adanya standar etik yang harus dipatuhi,
dan kelima adanya lapangan pengabdian yang khas.
Pendidikan dan
pelatihan dalam teknologi pendidikan telah dimulai pada tahun 1972, berupa
latihan untuk pengembangan bahan ajar melalui radio. Pada tahun 1974 mulai
diberikan matakuliah teknologi pendidikan di IKP Jakarta, dan pada tahun 1976
dibuka pendidikan akademik jenjang Sarjana dalam program Teknologi Pendidikan
melalui kerjasama antara Tim Penyelenggara Teknologi Komunikasi untuk
Pendidikan dan Kebudayaan (embrio Pustekkom) dengan IKIP Jakarta. Dua tahun
kemudian pada tahun 1978 dibuka pendidikan jenjang Magister dan Doktor
Teknologi Pendidikan di IKIP Jakarta. Program pendidikan tersebut merupakan
bagian integral dari Proyek Pengembangan Teknologi Komunikasi Untuk Pendidikan
yang sekaligus bertujuan untuk membentuk suatu lembaga yang bertanggung jawab
mengkoordinasikan pengembangan teknologi pendidikan di Indonesia.
Mereka yang
berprofesi atau bergerak dalam bidang teknologi pendidikan atau singkatnya
disebut Teknolog Pendidikan, harus mempunyai komitmen dalam melaksanakan tugas
profesionalnya yang utama yaitu terselenggaranya proses belajar bagi setiap
orang, dengan dikembangkan dan digunakannya berbagai sumber belajar selaras
dengan karakteristik masing-masing pebelajar (learners) serta perkembangan lingkungan. Karena lingkungan itu
senantiasa berubah, maka para Teknolog Pendidikan harus senantiasa mengikuti
perkembangan atau perubahan itu, dan oleh karena itu ia dtuntut untuk selalu
mengembangkan diri sesuai dengan kondisi lingkungan dan tuntutan zaman,
termasuk selalu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.
Profesi ini bukan
profesi yang netral dan bebas nilai. Ia merupakan profesi yang memihak kepada
kepentingan pemelajar (learners) agar
mereka memperoleh kesempatan untuk belajar agar potensi dirinya dapat
berkembang semaksimal mungkin. Profesi ini
juga tidak bebas nilai karena masih banyak pertimbangan lain seperti
sosial, budaya, ekonomi dan rekayasa
yang mempengaruhi, sehingga tindakannya harus selaras dengan situasi dan
kondisi serta berwawasan ke masa depan. Pada tahun 1987 didirikan Ikatan
Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia (IPTPI) yang mempunyai Anggaran Dasar,
Anggaran Rumah Tangga dan Kode Etik. Dalam kode etik tersebut dicantumkan
kewenangan dan kewajiban, yang antara lain kewajiban untuk selalu mengikuti
perkembangan IKTEK dan lingkungan. Kecuali itu juga dirumuskan tanggung jawab
profesi kepada perorangan, masyarakat, rekan sejawat dan orgainisasi.
Profesi teknologi
pendidikan, sebagaimana halnya semua profesi yang baru, menghadapi tantangan
yang inheren. Salah satu tantangan yang dihadapi adalah pengakuan atas profesi
teknologi pendidikan. Yang saya prihatinkan adalah bahwa pengakuan profesi
tersebut selalu dikaitkan dengan jabatan fungsional sebagai pegawai negeri.
Padahal pendidikan keahlian teknologi pendidikan pada prinsipnya tidak mendidik
calon pegawai negeri, melainkan mereka yang mampu mengabdi dan berkarya untuk
mengatasi masalah belajar dimana saja. Jadi terpaksa kita harus mengikuti pengakuan
pprofesi sebagai jabatan fungsional pegawai negeri. Usul pengakuan jabatan
fungsional tersebut telah diajukan sejak tahun 1985 melalui Pustekkom Diknas
(sewaktu masih dikenal dengan Pusat TKPK). Upaya itu digalakkan lagi dengan
lahirnya organisasi profesi pada tahun 1987, dan berikutnya dengan
ditetapkannya Undang-undang No. 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, dan selanjutnya Undang-undang No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Berdasarkan UU tersebut dimungkinkan adanya jabatan
pendidik dan tenaga kependidikan. Pendidik termasuk guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan sebutan lain
sesuai kekhususan. Sementara pada kategori tenaga kependidikan dimungkinkan
adanya jabatan pamong belajar, peneliti, pengembang dan teknisi sumber belajar.
Proposal berupa Naskah Akademik dan Draft Keputusan Menpan Tentang Jabatan
Fungsional Pengembang Teknologi Pendidikan dan Teknisi Sumber Belajar, kita
ajukan lagi sesuai dengan perundangan terbaru tersebut kepada Menpan, namun
sementara ini semua usulan mengenai
jabatan fungsional ditangguhkan, karena adanya niat untuk mengurangi jumlah
pegawai negeri.
Tugas pokok profesi
teknologi pendidikan berdasarkan versi usulan tahun 1985 yang diperbaharui tersebut
adalah sebagai berikut :
1.
Pengembangan bidang
studi dan kawasan teknologi pendidikan
2. Perancangan
sistem pembelajaran
3. Produksi
media pendidikan
4. Penyediaan
sarana dan prasarana belajar
5.
Pemilihan dan
penilaian komponen sistem pembelajaran
6. Penerapan/pemanfaatan
sumberdaya belajar
7.
Penyebaran konsep dan
temuan teknologi pendidikan
8. Pengelolaan
kegiatan pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya belajar
9. Perumusan
bahan kebijakan teknologi pendidikan
Sementara
menunggu pengakuan de jure tersebut, sekarang ini mereka dengan profesi
teknologi pendidikan telah mengabdikan dirinya sebagai pengelola, perencana,
pengembang, pembuat, penilai, dan pengguna sistem dan komponen pembelajaran di
Departemen/Lembaga Negara, Angkatan Bersenjata, Perguruan Tinggi, Lembaga
Diklat, Lembaga Media (seperti TVRI, RRI, TPI, RCTI, SCTV dan "production houses"), satuan
pendidikan luar sekolah, berwirausaha dalam pelatihan, serta berwiraswasta
dalam produksi media dan sarana pendidikan.
2.4 Usaha memperoleh pengakuan profesi
tersebut
memperoleh alternatif jalan keluar dengan ditetapkannya Undang-undang RI Nomor
18 Tahun 2002 Tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Melalui
Kantor Menristek sudah diproses Keputusan Presiden RI tentang jabatan
Fungsional Perekayasa dan Teknisi Litkayasa dalam berbagai bidang, yang
memungkinkan pengakuan profesi Teknolog Pendidikan sebagai salah satu bentuk
jabatan fungsional dengan sebutan
Perekayasa Pendidikan/Pembelajaran.
Arah perkembangan kompetensi profesi tersebut kemudian perlu dijabarkan
secara operasional dalam bentuk kurikulum. Sesuai
dengan ketentuan dalam Pasal 38 ayat (3) dan (4) UUSPN No. 20 Tahun 2003
mengenai pengembangan kurikulum pendidikan tinggi, perlu digunakan standar
nasional pendidikan untuk setiap program studi. Namun karena Peraturan
Pemerintah R.I. Nomor 19 Tahun 2005 tidak mengatur standar nasional untuk
jenjang pendidikan tinggi, maka yang perlu kita jadikan acuan adalah Keputusan
Menteri pendidikan Nasional R.I. Nomor 232/U/2000 dan Nomor 045/U/2002. Kecuali itu perlu pula
diperhatikan ketentuan perundangan yang terakhir yaitu UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.
Berdasarkan Kepmen tersebut kurikulum inti program sarjana meliputi MPK (Matakuliah
Pengembangan Kepribadian), MKK (Matakuliah Kompetensi Keilmuan), MKB
(Matakuliah Kompetensi Berkarya), MPB (Matakuliah Perilaku Berkarya). Dan MBB
(Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat). Konsep kompetensi tersebut dirumuskan
lebih lanjut seperti tercantum dalam Lampiran. Berbagai matakuliah perlu
dijabarkan dari kompetensi tersebut dan dilakukan sesuai dengan tuntutan mutu,
kemampuan tenaga dan ketersediaan sarana & prasarana. Untuk itu setiap
penyelenggara program studi teknologi pendidikan perlu melakukan analisis SWOT,
dan ditindak lanjuti dengan berbagai kegiatan yang diperlukan, seperti
penataran tenaga, pemutakhiran pengetahuan dan teknologi, pengadaan pustaka dan
laboratorium dan lain-lain. Keculai landasan konseptual dan legal, kurikulum
setiap program studi perlu dikembangkan atau diperbaharui sesuai dengan
dinamika pembangunan, meliputi perkembangan kebijakan dan IPTEK termasuk perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi.
Pada awal diselenggarakannya, program
studi teknologi pendidikan di IKIP Jakarta pada jenjang S1, S2 dan S3 adalah
merupakan program studi yang berkesinambungan searah. Hal ini merupakan
kesepakatan bersama dengan Pusat TKPK dalam rangka bantuan USAID. Hubungan
kesinambungan itu terputus dengan berakhirnya proyek pada tahun 1984 dan
dilaksanakannya keputusan Konsorsium Ilmu Pendidikan tentang Pedoman
Pelaksanaan Pola Pembaharuan Sistem Pendidikan Tenaga Pendidikan (th.1981),
khususnya Buku V yang mengatur program pasca sarjana. Berdasarkan pedoman
tersebut maka S2 TP mempunyai misi untuk meningkatkan mutu staf pengajar
jenjang S0 dan S1, sedang misi S3 adalah sebagai pusat penelitian untuk
pengembangan ilmu kependidikan.
Serangkaian Peraturan dan Keputusan telah menyebabkan
perubahan misi, struktur, kurikulum dan penyelenggaraan program studi teknologi
pendidikan, baik pada jenjang S1, S2 maupun S3, hingga sekarang. Kurikulum S1
sudah diperbaharui pada tahun 2004. Sekarang kita perlu menelaah kembali misi,
struktur, kurikulum dan penyelenggaraan program studi Teknologi Pendidikan pada
Program Pasca Sarjana. Program
pendidikan keahlian itu diharapkan dapat memenuhi kebutuhan tenaga dalam rangka
inovasi pendidikan yaitu dikembangkan dan digunakannya konsep “resource-based learning” (bukan “teacher-based instruction”).
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka sudah
sepantasnya kalau program Teknologi
Pendidikan pada program Sarjana dan Pasca Sarjana tidak lagi dikelola secara
terpisah, dan untuk itu dikuasakan pengelolaannya kepada jurusan (khususnya
program) Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan. Dengan demikian
maka visi, misi dan tujuannyapun tidak dapat terlepas satu sama lain. Rumusan
visi, misi dan tujuan itu harus
didasarkan pada konsep dasar dan filosofi teknologi pendidikan sebagai suatu
bidang kajian, serta dengan kemajuan IPTEK dan kebutuhan pembangunan.
Kurikulum program studi Teknologi Pendidikan telah
mengalami serangkaian perubahan. Kurikulum tersebut perlu dikembangkan dengan
ketentuan : 1) memenuhi standar minimum keilmuan & keahlian yang ditentukan
oleh Pemerintah; 2) kebutuhan dan kecenderungan pembangunan; 3) keinginan dan
harapan dari para pemakai lulusan; 4) azas kesinambungan keahlian professional;
5) kondisi kelembagaan; dan 6) keterlibatan dan partisipasi para lulusan.
Dengan pertimbangan ketentuan tersebut khususnya butir #
2 ,3 dan 6 kurikulum S1 TP telah dikembangkan dengan memberi kesempatan kepada
para mahasiswa untuk mengambil keahlian khusus (sebesar 36 SKS) dalam tiga
bidang, yaitu : Pengembang Media, Pengelola Sistem Pembelajaran, dan Pengembang
Teknologi Kinerja. Kurikulum S2 dan S3 dalam periode 1979 dan 1994 juga memberi
kesempatan matakuliah keahlian pilihan meskipun hanya tiga-enam (3-6) SKS.
Jurusan
Teknologi Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ, dengan para pakar
Teknologi Pendidikan dan Ikatan Profesi Teknologi Pendidikan Indonesia, telah
berprakarsa untuk memberikan masukan untuk pengembangan kurikulum pascasarjana
dengan mempertimbangkan kesinambungannya dengan kurikulum sarjana. Konstruk
kesinambungan kurikulum tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :
Kedalaman
S 3
S
2
S 1 dan S 0
Keluasan
Gambar 2 : Kesinambungan Kurikulum S1, S2 dan S3
Teknologi Pendidikan
Dengan bertolak pada konsep teknologi pendidikan yang
meliputi empat komponen (riset dan teori; kegiatan perancangan, pengembangan,
penggunaan, pengelolan, penilaian dan peleitian; proses, sumber dan sistem; dan
belajar) maka saya berpendapat bahwa
semua komponen tersebut perlu dikaji dan dipelajari pada setiap jenjang, namun
dengan keluasan dan kedalaman yang berbeda. Misalnya “riset” perlu diberikan di
S1 agar mampu melakukan penalaran ilmiah dasar, sedangkan di S3 untuk penalaran
tingkat tinggi sampai mengujia atau bahkan menemukan teori. Kecuali itu
kegiatan yang perlu dikuasai oleh semua jenjang meliputi : Perancangan,
Peng-embangan, Pemanfaatan. Pengelolaan,Penilaian, dan Penelitian Proses,
Sumber dan Sistem Belajar dan Pembelajaran dengan keluasan dan kedalaman yang
berbeda.
Mengenai
lapangan pengabdian Teknolog Pendidikan dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 3 : Lapangan Pengabdian Teknolog Pendidikan
Akademisi Teknologi Pendidikan adalah mereka yang
memperoleh pendidikan keahlian pada jenjang S1, S2 dan S3 dalam program
keahlian Teknologi Pendidikan.. Praktisi adalah mereka yang menguasai
keterampilan, baik karena belajar mandiri, mengikuti kursus, pemagangan,
pelatihan dll. tanpa perlu ijazah dalam salah satu atau lebih aspek teknologi
pendidikan, dengan derajat mampu, mahir dan ahli. Ketarmpilan
praktisi juga tidak perlu didukung dengan teoori, konsep dan/atau hasil-hasil
penelitian. Berbeda dengan akademisi yang harus mengikuti program pendidikan
khusus dan jangka waktu yang relatif panjang, serta mengikuti ketentuan
kurikulum tertentu.
Latar pengabdian Teknolog Pendidikan dapat
dalam lingkungan pribadi, keluarga, masyarakat, kursus, tempat ibadah dll.
dimana ada keperluan belajar. Sedangkan produk pengabdian profesi dapat berupa
media, sumber belajar lain,strategi & teknik belajar dan pembelajaran s/d
rumusan kebijakan yang berkaitan dengan masalah belajar.
2.5 Bidang Garapan Teknologi Pendidikan
Teknologi pendidikan
merupakan suatu disiplin terapan, artinya ia berkembang karena adanya kebutuhan
di lapangan, yaitu kebutuhan untuk belajar – belajar lebih efektif, lebih
efisien, lebih banyak, lebih luas, lebih cepat dan sebagainya. Untuk itu ada
usaha dan produk yang sengaja dibuat dan ada yang ditemukan dan dimanfaatkan.
Namun perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang sangat pesat
akhir-akhir ini dan menawarkan sejumlah kemungkinan yang semula tidak
terbayangkan, telah membalik cara berpikir kita dengan “bagaimana mengambil manfaat teknologi
tersebut untuk mengatasi masalah belajar”.
Berdasarkan uraian terdahulu tentang obyek
formal teknologi pendidikan dan profesi teknolog pendidikan, dapat disimpulkan
bahwa bidang garapan atau disebut pula praktek teknologi pendidikan meliputi
segala sesuatu dimana ada masalah belajar yang perlu dipecahkan.
Dalam Gambar 3 tentang Lapangan Pengabdian Teknolog
Pendidikan, masalah belajar itu ada pada diri pribadi, pada keluarga, pada
lingkungan masyarakat, pada lingkungan tempat ibadah, lingkungan lembaga pendidikan
formal, lingkungan tempat kerja, dan pada lembaga media (surat kabar, radio,
televisi, telematika dsb.).
Bertolak dari sejarah perkembangan garapan
teknologi pendidikan, Saettler (1968,h.10-14) berpendapat bahwa awal muasal
penggarapan masalah belajar adalah kaum Sufi pada sekitar abad 600 SM. Mereka
merupakan penjaja ilmu pengetahuan yang mengajarkan ilmunya kepada para
peserta-didik dengan berbagai cara, seperti misalnya dengan cara dialektik,
dialogik, ceramah, dan penggunaan bahasa tubuh (body language) seperti gerakan wajah, gerakan tangan dsb., dengan
maksud agar menarik perhatian dan agar ilmunya dapat ditransfer dengan baik.
Ashby (1972,h 9-10) berpendapat bahwa dalam dunia pendidikan telah berlangsung
empat revolusi, yaitu pertama diserahkannya pendidikan anak dari orantua atau
keluarga kepada guru; kedua guru yang dierahi tanggung jawab mendidik
melakukannya secara verbal dan unjuk kerja; ketiga dengan ditemukannya mesin
cetak sehingga bahan pelajaran dapat diperbanyak dan digunakan lebih luas; dan
keempat dengan berkembangnya secara pesat teknologi elektronik, terutama media
komunikasi. Sekarang ini
mungkin perlu ditambah dengan revolusi kelima dengan berkembangnya teknologi
informasi yang serba digital.
Dalam lingkup pendidikan
formal, sejarah teknologi pendidikan dapat diruntut dari Kommensky (Johann Amos
Comenius) dengan bukunya Orbis Sensualium Pictus dan The Great Didactic
(terjemahan dalam bahasa Inggris), dimana digunakan ilustrasi atau gambar untuk
menjelaskan konsep yang abstrak (Thompson,1963,h.42). Dalam lingkungan
pendidikan sekolah di Indoensia dulu juga dikenal istilah didaktik dan metodik.
Bahkan di IKIP Jakarta (sekarang UNJ) jurusan Teknologi Pendidikan dibuka dan
dikembangkan sebagai penggabungan Juruan Pendidikan Umum dan Jurusan Didaktik
Metodik pada tahun 1976.
Praktisi teknologi
pendidikan seperti digambarkan pada Gambar 3, dapat merupakan guru yang
menerapkan strategi pembelajarn dengan pendekatan PAIKEM (Pembelajaran Aktif,
Intaraktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan) sesuai dengan tuntutan dalam
pembaharuan pendidikan. Guru tersebut mungkin memperoleh keterampilan
pembelajaran setelah mengikuti program Akta Mengajar, atau mengikuti penataran,
atau magang, atau pelatihan khusus yang dilaksanakan oleh yang berwewe-nang.
Praktisi tersebut mungkin pula seorang yang mempunyai hobi elektronik, kemudian
belajar sendiri bagaimana membuat rekaman
pembelajaran berupa PBK (pembelajaran berbantuan komputer), atau rekaman
video permainan yang mendidik.
Masalah belajar
itu dialami oleh siapa saja sepanjang hidupnya, dimana-mana : di rumah, di
sekolah, di tempat kerja, di tempat ibadah, dan di masyarakat, serta
berlangsung dengan cara apa saja dan dari apa dan siapa saja. Berkembangnya
teknologi pendidikan itu tentu saja berbeda-beda sesuai dengan kondisi dan
kebutuhan. Mengingat bahwa obyek teknologi pendidikan adalah belajar (pada
manusia) maka ada usaha untuk menggantikan istilah “teknologi pendidikan”
dengan “teknologi pembelajaran”. Namun menurut pendapat saya karena pembelajaran
tidak dapat dilakukan pada anak usia dini (PAUD maupun TK), sedangkan belajar
sepanjang hayat meliputi mereka itu, maka saya cenderung tetap memakai istilah
”teknologi pendidikan”.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut di atas, kontribusi
teknologi pendidikan dalam pembangunan pendidikan dapat dibedakan dalam tiga
kategori, yaiitu konsep, tenaga profesi dan kegiatan.
Dalam pembahasan tentang azas manfaat teknologi pendidikan sebagai disiplin keilmuan
telah dikemukakan bahwa teknologi pendidikan telah menyumbangkan sedikitnya
lima konsep dalam pembaharuan sistem pendidikan nasional. Istilah dan konsep “pembelajaran” telah
diciptakan dan digunakan dalam kalangan teknologi pendidikan sejak tahun 1978.
Istilah itu pada awalnya dihiraukan bahkan dicibirkan oleh banyak kalangan
pendidikan lain. Namun dalam UU Sisdiknas 2003, istilah dan konsep tersebut
dikukuhkan sebagai keharusan dalam proses pendidikan. Pengertian “pembelajaran”
dalam UU Sisdiknas adalah “proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar dalam lingkungan belajar”. Sedangkan dalam konsep teknologi
pendidikan, saya mendefinisikannya sebagai “proses sistematik dan sistemik yang
dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang agar orang lain dapat secara
aktif belajar sehingga mencapai kompetensi yang diharapkan
3.2
Saran
Kontribusi yang berupa kegiatan, terwujud dengan tumbuh dan berkembangnya
berbagai pola pendidikan dan pembelajaran. Program aplikasi teknologi
pendidikan secara nasional yang pada awal perkembangan semula dikoordinasikan oleh Pustekkom, sekarang ini
telah menyebar, dan bahkan dapat dikatakan telah mulai melembaga. Hal ini
terjadi karena telah banyaknya tenaga yang terdidik dalam bidang teknologi
pendidikan dan banyaknya kegiatan penerapan teknologi pendidikan yang
terintegrasi (imbedded) dalam
kegiatan pendidikan atau pembelajaran. Program-program tersebut mempunyai skala
dan tujuan yang berbeda-beda, seperti sistem belajar di rumah (home-schooling), SLTP/MTs Terbuka, SMU Terbuka, KEJAR Paket A,
B, dan C, televisi pendidikan (serial pertama tentang pendidikan karakter, ACI
= Aku Cinta Indonesia), TV Edukasi, penataran guru melalui siaran radio
pendidikan, penggunaan berbagai strategi dan sumber belajar di sekolah maupun
lembaga pelatihan, Universitas Terbuka, dll. Keseluruhan kegiatan ini sudah
merupakan bagian integral dalam sistem pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Based Technology and Future
Skill Sets. Educational Technology Nopember-Desember 1999. Hlm. 14-22.
Maister, DH. 1997. True Professionalism. New York: The Free Press.
Makagiansar, M. 1996. Shift in Global paradigma and The Teacher of Tomorrow, 17th. Convention of the Asean Council of Teachers (ACT); 5-8 Desember, 1996, Republic of Singapore.
Naisbitt, J. 1995. Megatrend Asia: Delapan Megatrend Asia yang Mengubah Dunia, (Alih bahasa oleh Danan Triyatmoko dan Wandi S. Brata): Jakarta: Gramdeia.
Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan Besar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1998/08/230898, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.
NRC. 1996. Standar for Professional Development for Teacher Sains. Hlm. 59-70
Pantiwati, Y. 2001. Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Program Sertifikasi Guru Bidang Studi (untuk Guru MI dan MTs). Makalah Dipresentasikan. Malang: PSSJ PPS Universitas Malang. Hlm.1-12.
Journal PAT. 2001. Teacher in England and Wales. Professionalisme in Practice: the PAT Journal. April/Mei 2001. (Online) (http://members. aol.com/PTRFWEB/journal1040.html, diakses 7 Juni 2001)
Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: Grasindo.
Maister, DH. 1997. True Professionalism. New York: The Free Press.
Makagiansar, M. 1996. Shift in Global paradigma and The Teacher of Tomorrow, 17th. Convention of the Asean Council of Teachers (ACT); 5-8 Desember, 1996, Republic of Singapore.
Naisbitt, J. 1995. Megatrend Asia: Delapan Megatrend Asia yang Mengubah Dunia, (Alih bahasa oleh Danan Triyatmoko dan Wandi S. Brata): Jakarta: Gramdeia.
Nasanius, Y. 1998. Kemerosotan Pendidikan Kita: Guru dan Siswa Yang Berperan Besar, Bukan Kurikulum. Suara Pembaharuan. (Online) (http://www.suara pembaharuan.com/News/1998/08/230898, diakses 7 Juni 2001). Hlm. 1-2.
NRC. 1996. Standar for Professional Development for Teacher Sains. Hlm. 59-70
Pantiwati, Y. 2001. Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru Melalui Program Sertifikasi Guru Bidang Studi (untuk Guru MI dan MTs). Makalah Dipresentasikan. Malang: PSSJ PPS Universitas Malang. Hlm.1-12.
Journal PAT. 2001. Teacher in England and Wales. Professionalisme in Practice: the PAT Journal. April/Mei 2001. (Online) (http://members. aol.com/PTRFWEB/journal1040.html, diakses 7 Juni 2001)
Semiawan, C.R. 1991. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. Jakarta: Grasindo.
No comments:
Post a Comment