PENDAHULUAN
Analisis wacana maupun
analisis isi (kualitas) sebuah karya yang muncul di media-media massa, muncul
dengan berbagai pola pandang. Analisis ini merujuk pada usaha pencarian makna
dalam tanda-tanda dan simbol yang terkandung di dalam suatu produk kebudayaan
semisal karya sastra. Analisis tersebut akan melahirkan persepsi terhadap
sebuah karya yang didalamnya terkandung berbagai nilai yang menarik bagi
penikmat sastra.
Pendekatan macam ini
dimaksudkan untuk menunjukkan adanya makna, nilai, simbol dan ideologi dalam
artefak kebudayaan melalui pengamatan terhadap instrumen formal dalam teks
sastra, misalnya, gaya bahasa, struktur naratif, sudut pandang, dan lain-lain.
Akan tetapi ada juga konsumen sastra yang menyukai sebuah sastra karena nilai
fantastis atau daya tarik karya tersebut. Nilai ini biasanya tergantung pada
selera masing-masing.
analisis teks sastra
kebanyakan menghubungkan tema karya sastra dengan wacana-wacana sebagai konteks
yang ada dalam kehidupan dan juga estetika yang didasarkan pada kesenangan-kesenangan
pembaca ketika mereka berhadapan dengan teks. Sehingga pembaca tertarik dengan
karya tersebut.
Dalam kasus karya
sastra, studi resepsi memungkinkan kita untuk dapat mengetahui bagaimana
sebuah teks sastra diberi makna oleh pembacanya. Sastra, selama ini masuk dalam
wilayah seni tinggi, yang sering dihadapkan secara berkebalikan dengan
novel-novel populer. Dalam kebanyakan studi kebudayaan, keterkaitan antara teks
dalam novel pop dengan pembaca memang menjadi tema yang menarik, mengingat novel-novel
pop tersebut selama ini lekat dengan stigma hiburan, ringan dan memanipulasi
emosi pembaca. Novel pop, sama halnya dengan film-film drama yang romantis.
Dianggap menjadi salah satu hal yang membentuk impian perempuan terhadap kisah
cinta yang romantis dan dramatis.
Dalam studi resepsi
terhadap karya-karya sastra (kanon), tampaknya semangat “perlawanan” dan
negosiasi ini atas makna-makna kultural tidak muncul sebagai sesuatu yang
ditonjolkan betul. Karena dianggap hasil kebudayaan yang lebih bermutu dan
serius, sastra jenis ini dinilai lebih bisa mewakili realitas kehidupan
masyarakat sekaligus menjadi refleksi sosial.
nilai-nilai dominan yang
direpresentasikan produsen, seperti pada studi atas budaya (termasuk di
dalamnya sastra) pop, melainkan, menurut hemat saya, adalah bagaimana para
pembaca memaknai peristiwa-peristiwa dan gagasan-gagasan yang dihadirkan dalam
sebuah karya sastra, dan apakah pada akhirnya terbuka ruang-ruang dialog antar
para pembaca itu sendiri. Sehingga kritisme pembaca terhadap realitas sosial
bisa mendapatkan ruang yang cukup memadai? Sehingga konsumen pengunyah sastra
menyukai sastra tersebut.
Perkembangan industrialisasi (produksi,
komunikasi dan konsumsi massa) berperan besar dalam memberikan ruang bagi
tumbuhnya `sastra massa’ atau `sastra populer’, yaitu bentuk-bentuk sastra yang
mempunyai akar pada kebutuhan, cara berpikir, pengetahuan, problematika dan
selera orang-orang kebanyakan (people). Sastra macam ini menjadi bagian dari
`industri budaya’ (culture industry), yang diproduksi untuk massa yang luas
melalui pola-pola industrial. Ada semacam proses `kapitalisasi’, di mana
sastra—dengan sengaja atau tak disengaja—menjadi tempat untuk mendapatkan
keuntungan ekonomi, di dalam sebuah `komodifikasi budaya’ (commodification of
culture).
Konstruksi sastra sebagai
bagian `industri budaya’, telah mengkhawatirkan kalangan kritikus sastra akan
terciptanya sastra yang berbasis pada logika industri. Tentu saja, karya
sastra—atau produk-produk kebudayaan lainnya—tidak dapat disamakan dengan
barang-barang industri. Akan tetapi, logika industri itu setidak-tidaknya ikut
mempengaruhi perkembangan strategi, bentuk, gaya, dan kandungan isi karya-karya
sastra. Tekanan agar karya sastra dapat diterima, diapresiasi, dipahami dan
dikonsumsi oleh massa yang luas agar memaksimalkan keuntungan ekonomi, telah
mendorong ke arah bentuk-bentuk sastra yang disesuaikan dengan selera massa itu
sendiri.
ANALISIS NOVEL LASKAR
PELANGI
Laskar Pelangi adalah novel pertama karya Andrea Hirata yang diterbitkan oleh Bentang
Pustaka pada tahun 2005. Novel ini bercerita tentang
kehidupan 10 anak dari keluarga miskin yang bersekolah (SD dan SMP) di sebuah sekolah Muhammadiyah di pulau Belitong yang penuh dengan keterbatasan. Mereka adalah:
- Ikal
- Lintang; Lintang Samudra Basara bin Syahbani Maulana Basara
- Sahara; N.A. Sahara Aulia Fadillah binti K.A. Muslim Ramdhani Fadillah
- Mahar; Mahar Ahlan bin Jumadi ahlan bin Zubair bin Awam
- A Kiong;Muhammad Jundullah Gufron Nur Zaman
- Syahdan; Syahdan Noor Aziz bin Syahari Noor Aziz
- Kucai; Mukharam Kucai Khairani
- Borek aka Samson
- Trapani; Trapani Ihsan Jamari bin Zainuddin Ilham Jamari
- Harun; Harun Ardhli Ramadhan bin Syamsul Hazana Ramadhan
Mereka bersekolah dan belajar pada
kelas yang sama dari kelas 1 SD sampai kelas 3 SMP, dan menyebut diri mereka sebagai
Laskar Pelangi. Pada bagian-bagian akhir cerita, anggota Laskar Pelangi
bertambah satu anak perempuan yang bernama Flo, seorang murid pindahan.
Keterbatasan yang ada bukan membuat mereka putus asa, tetapi malah membuat
mereka terpacu untuk dapat melakukan sesuatu yang lebih baik.
Laskar Pelangi adalah karya pertama
dari Andrea Hirata. Buku ini segera menjadi Best
Seller yang kini kita ketahui sebagai buku sastra Indonesia terlaris sepanjang sejarah.
Cerita terjadi di Desa Gantung, Kabupaten Gantung, Belitong Timur. Dimulai ketika sekolah Muhammadiyah terancam akan dibubarkan oleh Depdikbud Sumsel jikalau tidak mencapai siswa baru
sejumlah 10 anak. Ketika itu baru 9 anak yang menghadiri upacara pembukaan,
akan tetapi tepat ketika Pak Harfan, sang kepala sekolah, hendak berpidato
menutup sekolah, Harun dan ibunya datang untuk mendaftarkan diri di sekolah
kecil itu.
Mulai dari sanalah dimulai cerita
mereka. Mulai dari penempatan tempat duduk, pertemuan mereka dengan Pak Harfan,
perkenalan mereka yang luar biasa di mana A Kiong yang malah cengar-cengir
ketika ditanyakan namanya oleh guru mereka, Bu Mus. Kejadian bodoh yang
dilakukan oleh Borek, pemilihan ketua kelas yang diprotes keras oleh Kucai,
kejadian ditemukannya bakat luar biasa Mahar, pengalaman cinta pertama Ikal,
sampai pertaruhan nyawa Lintang yang mengayuh sepeda 80 km pulang pergi dari rumahnya ke
sekolah!
Mereka, Laskar Pelangi – nama yang
diberikan Bu Muslimah akan kesenangan mereka terhadap pelangi – pun sempat mengharumkan
nama sekolah dengan berbagai cara. Misalnya pembalasan dendam Mahar yang selalu
dipojokkan kawan-kawannya karena kesenangannya pada okultisme yang membuahkan kemenangan manis pada karnaval 17 Agustus, dan kejeniusan luar biasa Lintang yang menantang dan
mengalahkan Drs. Zulfikar, guru sekolah kaya PN yang berijazah dan terkenal,
dan memenangkan lomba cerdas cermat. Laskar Pelangi mengarungi hari-hari
menyenangkan, tertawa dan menangis bersama. Kisah sepuluh kawanan ini berakhir
dengan kematian ayah Lintang yang memaksa Einstein cilik itu putus sekolah
dengan sangat mengharukan, dan dilanjutkan dengan kejadian 12 tahun kemudian di
mana Ikal yang berjuang di luar pulau Belitong kembali ke kampungnya. Kisah
indah ini diringkas dengan kocak dan mengharukan oleh Andrea Hirata, kita bahkan bisa merasakan semangat masa kecil
anggota sepuluh Laskar Pelangi ini!
Suatu hal yang menarik dalam novel
ini adalah Dalam novel yang berjudul Laskar Pelangi ini penulis mengisahkan
sebuah cerita tentang arti persahabatan, tidak hanya persahabatan saja yang diceritakan
oleh penulis, tetapi juga berbagai pengalaman dan imajinasi yang menarik serta
berbagai pengorbanan dan semangat seseorang yang selalu dihadang kesulitan
untuk mencapai cita-citanya. Dan masih banyak lagi hal lain yang dialami sang
tokoh. Dalam konteks ini kemiskinan merupakan masalah utamanya. Pada umumnya
anak-anak yang tinggal di Belitong yang bersekolah di Muhammadiyah adalah
anak-anak melayu yang miskin, namun walaupun demikian semangat dan kemauan
mereka untuk bersekolah sangat tinggi. Mereka sangat bersyukur karena masih
bisa diterima di sekolah Muhammadiyah, salah satu sekolah yang ada di pulau
itu.
Rekaman sastra seperti noverl
memberikan berbagai macam gambaran kehidupan masing-masing tokoh. Gambaran
kehidupan berbeda-beda walaupun sebuah novel itu dikarang oleh pengarang yang
sama. Hal itu tergantung pada alur cerita yang dibuat, karena dari alur cerita
kita bisa mengambil kesimpulan yang akhirnya bisa menimbulkan berbagai persepsi
dari pembaca.
Novel ini dimulai dengan
menceritakan sekolah kampong yang paling miskin di Belitong. Sekolah tersebut
merupakan sebuah sekolah yang sangat berarti bagi 11 anggota kelompok Laskar
Pelangi dalam novel ini. Sekolah yang sederhana dan serba kekurangan ini
memberikan kekuatan bagi kelompok Laskar Pelangi. Para guru di sekolah ini
membawa kesan yang mendalam yang secara lansung tidak bisa dilupakan oleh
kelompok siswa ini. Guru-guru yang mengajar mereka seperti Bu Mus dan Pak
Harfan Efendi membuat mereka akan selalu mengingat jasa beliau, dengan pengorbanan
dan semangat yang menggebu-gebu diberikan membuat mereka merasa lebih berani
dan tertantang melakukan sesuatu hal yang baru. Sekolah dan jasa guru di
sekolah ini membawa kenangan mais bagi mereka, yang pada akhirnya membawa AKU
pernah menginjakkan kaki di Almamater Sarbone, sampai berjaya.
PENUTUP
Perkembangan
bentuk-bentuk sastra yang berbasis selera massa, produksi massa dan konsumsi
massa telah menimbulkan berbagai kontradiksi menyangkut standar ukuran, metode
penilaian (judgement), penerimaan (reception) dan otoritas dalam pengelolaan,
penilaian dan penyaringan karya sastra. Muncul berbagai kontradiksi antara
bakuan-bakuan penilaian sastra sebagaimana dikembangkan oleh
lembaga-lembaga yang selama ini dianggap mempunyai otoritas penilaian (perguruan tinggi, dewan kesenian) dan model konsumsi, pembacaan (reading) dan pemaknaan yang berkembang di dalam masyarakat itu sendiri. Muncul kontradiksi untuk mengatakan mana sastra yangN ‘baik’ dan yang ‘buruk’ atau ‘populer’ tidak ‘popeler’.
lembaga-lembaga yang selama ini dianggap mempunyai otoritas penilaian (perguruan tinggi, dewan kesenian) dan model konsumsi, pembacaan (reading) dan pemaknaan yang berkembang di dalam masyarakat itu sendiri. Muncul kontradiksi untuk mengatakan mana sastra yangN ‘baik’ dan yang ‘buruk’ atau ‘populer’ tidak ‘popeler’.
Istilah budaya massa juga sering
disamakan dengan istilah `budaya populer’ (popular culture), disebabkan kata
`populer’ juga menunjuk pada pengertian `rakyat kebanyakan’ dan standard
estetik rendah. Misalnya, novel populer atau majalah populer, yang dianggap
bermutu rendah, untuk membedakannya dengan novel atau majalah bermutu tinggi
dan dalam. Budaya populer menunjuk pada budaya dengan standard rata-rata dan
selera orang biasa (ordinary people) yang diproduksi
secara massal, untuk membedakannya dengan budaya elit atau kelas atas, yang diproduksi secara khusus. Dalam hal ini, kata `populer’ biasanya dikaitkan dengan kelompok mayoritas yang dikendalikan oleh kelompok elit tertentu di dalam sebuah pola industri budaya.
secara massal, untuk membedakannya dengan budaya elit atau kelas atas, yang diproduksi secara khusus. Dalam hal ini, kata `populer’ biasanya dikaitkan dengan kelompok mayoritas yang dikendalikan oleh kelompok elit tertentu di dalam sebuah pola industri budaya.
Sastra dan budaya
populer dibangun setidak-tidaknya oleh tiga prinsip. Pertama, imajinasi populer
(popular imagination), yaitu imajinasi dan fantasi-fantasi bersifat murahan,
picisan, banal, vulgar tentang cinta, nasib, gaya hidup, sebagai cara menarik
perhatian `massa populer’. Kedua, komunikasi populer (popular discourse), yaitu
berbagai bentuk komunikasi bersifat dangkal, permukaan, menghibur ketimbang
mencerahkan dan memberi wawasan pengetahuan. Ketiga symbol populer (popular
symbol), yaitu simbol-simbol tentang kecantikan, kegagahan, kesuksesan,
kebahagiaan bahkan kesalehan, yang ditampilkan pada tingkat permukaan.
No comments:
Post a Comment