Materi Bimbingan Konseling Bidang Layanan Pribadi dan
Belajar (2)
Mensyukuri Nikmat Akal*
A. Pengertian Syukur
فَاذْكُرُوْنِي
أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِي وَلاَ تَكْفُرُوْنِ
Ingatlah kalian semua kepada-Ku, maka Aku akan
mengingat kalian, dan bersyukurlah kalian kepadaKu, dan janganlah kalian
ingkari (atas nikmat)-Ku.
Syukur adalah bentuk
ketundukan hati dan ketaatan diri seorang hamba yang ditujukan kepada Sang
Pencipta, Alloh SWT, atas kenikmatan yang telah diterima (Syekh Dahlan, Jampes - Kediri). Ibnu Mas’ud dalam sebuah riwayat mengatakan bahwa
syukur adalah sebagian dari iman. Artinya, keimanan seorang hamba tidaklah
sempurna tanpa adanya syukur.
Apabila memperhatikan ayat di atas, akan ditemukan
pemahaman yang luar biasa atas pentingnya syukur. Bentuk kalimat amar atau perintah pada kata “وَاشْكُرُواْ” dalam ayat di atas memberikan
pemahaman bahwa syukur merupakan suatu kewajiban. Hal ini berdasarkan kaidah
fiqih al amru lilwujub, perintah itu menunjukkan kewajiban. Orang yang bijaksana
tentu paham bahwa suatu kewajiban apabila tidak dilaksanakan akan
menyebabkan sesuatu yang tidak baik, bagi diri sendiri maupun orang lain
disekitarnya.
B. Kedudukan Akal Bagi Manusia
Dari sudut pandang agama, manusia tak ubahnya seperti hewan. Sebab, ibarat
perangkat elektronik, software dan hardware yang berlaku dalam
diri manusia tidak berbeda dengan software maupun hardware yang
ada pada makhluk hidup lainnya. Kebutuhan primernya pun sama. Hanya satu bagian
yang berbeda dan membedakannya, brainware. Yah, manusia (bisa) berbeda
dengan hewan maupun makhluk lainnya jika brainware-nya berfungsi dan
difungsikan. Jauh - jauh hari para ulama telah menyampaikan gambaran manusia
dengan mendefinisikan manusia sebagai berikut:
اَلْإِنْساَنُ حَيَواَنٌ ناَطِقٌ
Manusia itu adalah hewan yang berbicara
Berbeda dengan suara atau bunyi, “berbicara” terjadi setelah adanya proses
panjang yang disebut “berpikir”. Singkatnya, perbedaan manusia dengan hewan
adalah adanya proses berpikir. Dengan kata lain, apabila manusia tidak menggunakan
unsur ‘nathiq’ dalam berbicara maupun bertindak, maka dia tak ubahnya
hewan. Bahkan dalam al-Qur’an dijelaskan, apabila manusia bertindak hanya
menuruti kebutuhan hawa nafsu atau nafsu hewaniyah saja, maka manusia yang
demikian itu derajatnya sama seperti hewan, bahkan lebih hina.
C. Mensyukuri Nikmat Akal
Syukur atas nikmat adakalanya dengan mengucapkan hamdalah dan
membagi kebahagiaan atas nikmat tersebut dengan orang lain. Hal ini sesuai
dengan tuntunan dalam surat Adl-Dluha (93) ayat 11:
وَأَمّاَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ
فَحَدِّثْ
Dan terhadap nikmat tuhan-Mu hendaklah kamu siarkan
Namun perlu diingat bahwa syukur tidak cukup hanya dengan diucapkan, sebab
penggunaan atas nikmat pemberian Alloh akan dimintai pertanggung jawaban di yaumul
hisab. Ini jelas tergambarkan dalam surat At-Takaatsur (102) ayat 8:
ثُمَّ لَتُسْئَلُنَّ يَوْمَئِذٍ
عَنِ النَّعِيْمِ
Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang
kamu gunakan di dunia)
Akal adalah nikmat terbesar yang diberikan Alloh SWT kepada manusia.
Sebagai tanda syukur, akal harus digunakan sesuai fungsinya, dikembangkan, dan
diarahkan untuk memperkuat Aqidah Islamiyah. Ingatlah janji Alloh SWT
ini:
لَإِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَإِنْ
كَفَرْتُمْ إنَّ عَذاَبيِ ْلَشَدِيْدٌ
Sungguh jika kalian bersyukur maka pasti akan Aku tambahkan kepada kalian
(nikmat-Ku), dan sungguh jika kalian kufur
(atas nikmat yang Aku berikan) maka sesungguhnya siksa-Ku pasti amat
pedih…
Akal akan semakin bertambah cemerlang dan terarah bila kita mensyukurinya,
yaitu dengan selalu menggunakannya sesuai tugas manusia di dunia. Sebaliknya,
akal akan menjadi adzab bila tidak digunakan sesuai fungsinya. So, mari
berkarya dengan akal kita ...
*Guru BK
SMP Negeri 1 Kendal
No comments:
Post a Comment