Friday, June 22, 2012

RUANG LINGKUP MAKALAH PUISI



KATA PENGANTAR
Assalammuallaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah, kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktunya
Makalah ini dibuat atas bantuan Dosen pengampu mata kuliah Menulis Puisi Ibu Dra. Lisdwiana Kurniati, M.Pd. yang telah memberikan pengarahan untuk kami dapat menyeledaikan makalah ini, dan kepada pihak yang telah membantu dan memberikan pengarahan dengan baik sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Maka dari itu tidak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan untuk memenuhi kriteria sebagai makalah yang baik. Oleh karna itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini, dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.


BAB I
PENGERTIAN PUISI

1.1  Pengertian Puisi dari Lima Ahli Sastra
M. Atar Semi (1988 : 93-94) mengutip tentang beberapa ahli sastra tentang pengertian puisi :
1)      William Worsworth mengemukakan bahwa puisi adalah kata-kata terbaik dalam susunan terbaik ( poetry is the best word in the best order )
2)      Leigh Hunt mengatakan bahwa puisi adalah luapan perasaan yang imajinatif ( poetry is imaginative passion )
3)      Mathew Arnold berpendapat bahwa puisi merupakan kritik kehidupan ( poetry is critims of life )
4)      Herbert Read berpendapat bahwa pusi bersifat intuitif, imajinatif dan sintetik ( poetry is intuitive, imajinativeand synteti )
5)      Samuel Taylor Coleridge mengemukakan puisi adalah kata-kata terindah dalam sususnan terindah.

1.2  Kesimpulan Pengertian Puisi
Dari definisi- definisi diatas memang seolah terdapat perbedaan pikiran. Oleh karna itu penulis dapat menyimpulkan bahwa puisi merupakan kritik kehidupan dan luapan perasaan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan kata-kata terbaik dan terindah, dan yang bersifat intuitif, imajinatif dan sintetik.








BAB II
STRUKTUR BATIN PUISI
2.1 Tema
Tema adalah sesuatu yang menjadi pikiran pengarang. Suatu yang menjadi pikiran tersebut dasar bagi puisi yang dicipta oleh penyair. Sesuatu yang dipikirkan itu dapat bernacam-macam permasalahan hidup.
Penyair tudak pernah menyebut apa tema puisi yang ditulisnya. Untuk mengetahui tema sebuah puisi tersebut kita harus membaca keselurih puisi tersebut dengan cermat.

2.2 Nada
Nada adalah sikap penyair kepada pembaca. Dalam menulis puisi penyair bias jadi bersikap mempengaruhi, menasehati, mengejek, menyindir atau bisa pula Ia bersikap lugas, hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca.

2.3 Rasa
Rasa adalah sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat pada puisinya. Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologis penyair, misalnya latarbelakang pendidikan, agama, jenis kelamin, dan kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.

2.4 Amanat
Amanat adalah hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat harus dibedakan dengan tema. Dalam puisi tema berkaitan dengan arti, sedangkan amanat berkaitan dengan makna karya sastra. Arti puisi bersifat lugas, objektif, dan khusus. Makna puisi bersfat kias, subjektif, dan umum. Makna berhubungan dengan individu, konsep seseorang, dan situasitempat penyair mengimajinasikan puisinya.


BAB III
STRUKTUR FISIK PUISI
3.1. Diksi
Diksi adalah bentuk serapan dari kata diction yang oleh Hornby diartikan sebagai choise and use of words. Oleh Keraf diksi disebut pula pilihan kata.
Diksi atau pilihan kata memiliki peranan penting dan utama untuk mencapai keefektifan dalam penulisan suatu karya sastra. Untuk mencapai diksi yang baik seorang penulis harus memahami secara lebih masalah kata dan maknanya, harus tahu memperluas dan mengangtifkan kosa kata, harus mampu memilih kata yang tepat, kata yang sesuai dengan situasi yang dihadapi, dan harus mengenali dengan baik corak gaya bahasa yang sesuai dengan tujuan penulisan.

3.2 Pengimajian
Gambaran-gambaran angan, gambaran pikiran, kesan mental atau bayangan visual dan bahasa yang menggambarkannya biasa disebut dengan citra atau imaji. Citraan dapat dikelompokan atas beberapa macam, antara lain : citraan visual (penglihatan), citraan auditif (pendengaran), citraan artikulatoris (pengucapan), citraan alfaktori (penciuman), citraan gustatory (kecakapan), citraan taktual (peraba/ perasaan), citraan kinaestetic “kinaestetik” (gerak), dan citraan organik.

3.3 Kata Konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang digunakan penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca. Waluyo mengatakan bahwa dengan kata yang diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau keadaan yang dilukiskan oleh penyair. Sebagai contoh dikemukakan oleh Waluyo tentang bagaimana penyair melukiskan seorang gadis yang benar-benar pengemis gembel. Penyair menggunakan kata-kata: gadis kecil berkaleng kecil. Lukisan tersebut lebih konkret jika dibanding dengan ; gadis peminta- minta.
3.4 Bahasa Figuratif
Bahasa figuratif oleh Waluyo disebut pula sebagai majas. Bahasa figuratif dapat membuat puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Pada umumnya menurut Tarigan, bahasa figuratif dipergunakan oleh pengarang untuk menghidupkan atau lebih mengekspresifkan perasaan yang diungkapkan sebab kata-kata saja belum cukup untuk menerangkan lukisan tersebut. Rachman Djoko Pradopo mengelompokan bahasa figuratif menjadi enam jenis, antara lain :
1.      Simile
Simile adalah jenis bahasa figuratif yang menyamakan satu hal dengan hal lain yang sesungguhnya tidak sama. Sebagai sarana dalam menyamakan tersebut, simile menggunakan kata-kata pembanding : bagai, sebagai, bak, seperti, seumpama, laksana, serupa, sepantun, dan sebagainya.
2.      Metafora
Metafora adalah bahasa figuratif memperbandingkan suatu hal dengan hal lainya yang pada dasarnya tidak serupa. Metafora dalam puisi sering berbelit-belit karna apa yang dibandingkan harus disimpulkan dari konteksnya. Pada dasarnya bentuk metafora ada dua jenis, yaitu metafora eksplisit (metafora penuh) dan metafora implisit (metafora tak penuh).
3.      Personifikasi
Bentuk dahasa figuratif ini mempersamakan benda dengan manusia. Benda atau hal yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan kejelasan, menimbulkan bayangan angan yang konkret dan mendramatisasikan suasana dan ide yang ditampilkan
4.      Epik – Simile
Epik simile atau perumpamaan epos ialah pembandingan yang dilanjutkan atau dipanjangkan yaitu dibentuk dengan cara melanjutkan sifat-sifat perbandingan lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau frase-frase yang berturut-turut.
5.      Metonimi
Metonimi adalah pemindahan istilah atau suatu hal atau benda kesuatu hal atau benda lainnya yang memiliki kaitan rapat.



6.      Sinekdoki
Sinekdoki adalah bahasa figuratif yang menyebutkan suatu bagian penting dari suatu benda atau hal untuk benda atau hal itu sendiri. Sinekdoki dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni pars pro toto dan totum pro parte.

3.5 Verifikasi
Verifikasi meliputi ritma, rima dan metrum. Ritma kata pungut dari bahasa inggris rhythm. Secara umum ritma dikenal sebagai irama atau wirama yakni pergantian naik turun, panjang pendek, keras lembut, bunyi bahasa yang teratur. Rima kata pungut dari bahasa inggris rhyme, yakni pengulangan bunyi pada bait atau larik puisi, pasa akhir baris puisi atau bahkan juga pada keseluruhan baris dan bait puisi. Metrum adalah irama yang tetap, artinya pergantiannya sudah tetap pada pola tertentu disebabkan oleh jumlah suku kata yang tetap, tekanan yang tetap, alun suara yang naik dan turun yang tetap.

3.6 Tipografi
Tipografi merupakan pembeda yang paling awal dapat melihat dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama. Karna itu ia menjadi pembeda yang sangat penting. Dalam prosa (baik fiksi maupun bukan) baris-baris kata atau kalimat berbentuk sebuah periodisitet. Namun dalam puisi tidak demikian halnya.

3.7 Sarana Retorika
Dalam kaitannya dengan puisi, Altenbernd menyatakan bahwa sarana retorika adalah sarana kepuitisan yang berupa muslihat pikiran. Dengan muslihat itu para penyair menarik perhatian , pikiran, sehingga pembaca perkontemplasi dan tersugestiatas apa yang dikemikakan penyair. Sarana retorika adalah muslihat pikiran. Muslihat pikiran ini berupa bahasa yang disusun untuk mengajak pembaca berfikir. Bahasa retorika berbeda dengan fahasa kiasan atau bahasa figuratif dan citraan.


BAB IV
UNSUR EKSTRINSIK PUISI

4.1. Nilai Sosial
Nilai sosial adalah nilai yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat yaitu kehidupan manusia sebagai mahluk sosial, selalu dihadapkan pada masalah-masalah sosial yang tidak dapat dipisahkandalam kehidupan masyarakat. Masa sosial timbul sebagai akibat dari hubungan-hubungan sesame manusia lainnya dan sebagai akibat tingkah lakunya.

4.2. Nilai Agama
Nilai agama dalam puisi yaitu nilai-nilai yang berkaitan dengan nilai-nilai religious dalam puisi yang ingin disampaikan kepada pembaca.

4.3.Nilai Budaya
Nilai budaya adalah nilai yang disampaikan dan ditanamkan dalam suatu masyarakat¸ lingkup organisasi, lingkungan masyarakat yang mengakar pada kebiasaan.

4.4.Nilai Moral
Nilai moral adalah nilai mengenai ajaran baik dan buruk yang diterima umum mengenai perbuatan-perbuatan, sikap dan kewajiban seperti ahlak, budi pekerti, susila dan lainnya.

4.5.Nilai Ekonomi
Nilai ekonomi adalah nilai yang membentuk khayal dan fantasi untuk menunjukan keindahan dan kesempurnaan meskipun tidak sesuai dengan kenyataan.

4.6.Nilai Psikologi
Nilai psikologi adalah nilai-nilai kebatinan dan kerohanian. Misalnya mendalami jiwa orang lain, adalah penting untuk bergaul dengan masyarakat dengan baik.




BAB V
MACAM- MACAM PUISI

5.1. Puisi Lama
      5.1.1. Mantra
Mantra dan bidal dianggap dianggap sebagai permulaan bentuk puisi lama. Yang disebut dengan mantra adalah kata-kata yang mengandung hikmah atau kekuatan gaib.
Contoh :
Air pasang telan keinsang
Air surut telan keperut
Renggutlah!
Biar putus jangan rabut

5.1.2. Pantun
Pantun adalah puisi melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat.
Cirri-ciri pantun :
1.      Setiap bait terdiri atas 4 baris
2.      Baris 1 dan 2 sebagai sampiran
3.      Baris 3 dan 4 merupakan isi
4.      Bersajak a – b – a – b
5.      Setuap baris terdiri atas 8 – 12 suku kata
6.      Berasal dari Melayu ( Indonesia )
Contoh :
Sunguh baik asam belimbing, ( a)
Tumbuh dekat limau lungga. ( b )
Sungguh elik berbini sumbing, ( a )
Biar marah tertawa juga. ( b )

5.1.3. Syair
Syair mempunyai dua pengertian. Pertama, berarti dalah satu bentu puisi lama; kedua, berarti sajak (puisi) karna penyair artinya mengubah sajak.
Ciri –ciri syair :
1.   Setiap bait terdiri dari 4 baris
2.   Setiap baris terdiri dari 8 -12 suku kata
3.   Bersajak a – a – a – a
4.   Isi semua tidak ada sampiran
Contoh :
Hatiki rindu bukan kepalang (a)
Dendam birahi berulang –ulang (a)
Air mata bercucuran selang –menyelang (a)
Mengenangkan adik kekasih abang (a)

5.1.4. Gurindam
Gurindam bentuk puisi lama yang kurang popular. Bentuk puisi ini diperkirakan berasal dari India (Tamil).
Ciri –ciri Gurindam :
1.      Sajak akhir berirama a – a ; b – b ; c – c dst.
2.      Berasal dari India (Tamil)
3.      Isinya merupakan nasihat yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan sesuai sebab akibat
Contoh :
Kalau terpelihara mata, (a)
Kuranglah cita –cita. (a)
Kalau terpelihara kuping, (b)
Kabar yang jahat tiada damping. (b)
Kurang piker kurang siasat, (c)
Tentu dirimu kelak sesat. (c)

5.1.5. Talibun
Talibun semacam pantun juga, tetapi pantun yang terdiri atas enam, delapan, atau sepuluh baris. Pembagian tiap baitnya sama dengan pantun yaitu jika talibun enam baris, maka tiga baris pertama lampirannya dan tiga baris berikutnya isi pantun itu.
Contoh :
Kalau anak pergi ke pekan.
Yuk beli belanak beli,
Ikan panjang beli dahulu.
      Kalau anak pergi berjalan,
      Ibu cari sanakpun cari,
      Induk semang cari dahulu.

5.2. Puisi Baru
Puisi baru tidak sama dengan puisi lama. Isi, bentuk, irama, dan bentuk persajakan dalam puisi lama sudah berubah dalam puisi baru.
Berdasarkan jumlah baris dalam kalimat pada setiap baitnya, puisi baru dibagi dalam beberapa bentuk puisi :
5.2.1. Cistichon
            Sajak yang derisi dua baris kalimat dalam setiap baitnya, bersajak a – a.
            Contoh :
            Bayu berpuput alun bergulung
            Banyu direbut buih dububuh
           
            Selat malaka ombaknya memecah
            Pukul –memukul belah-membelah

            Bahtera di tepuk buritan dilanda
            Penjajat dihantuk haluan ditunda

5.2.2. Terzina
Sajak tiga seuntai, artinya setiap baitnya terdiri atas tiga buah kalimat. Tarzina bersajak a-a-a; a-b-c; a-b-b;
Contoh :
Dalam ribuan pagi bahagia dating
Tersenyum bagai kencana
Mengharum bagai kencana
Dalam bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar bagai matahari
Mengwarna bagai dari

5.2.3. Quatrain
Sajak empat seuntai yang tiap baitnyaterdiriatas empat buah kalimat. Quatrain bersajak ab/ab atau aa/bb.

Contoh :
Kasihkan hidup sebab dikau
Segala kuntum mengoyak kepak
Membunga cinta dalam hatiku
Mewangi sari dalam jantungku

Hidup seperti mimpi
Laku lakon dilayar terkelar
Aku pemimpi lagi menari
Sedar siuman bertukar-tukar

Maka merupa di daftar layar
Wayang warna menayang rasa
Kalbu rindu turut mengikut
Dua sukma esa – mesra

Aku boneka engkau boneka
Penghibur dalang mengatur tembang
Dilayar kenbang bertukar pandang
Hanya selagu sepanjang dendang

Golek gemilang ditukarnya pula
Aku engkau dikotak terletak
Aku boneka engkau boneka
Penyenang dalang mengarak saja

5.2.4. Quint
Sajak yang terdiri atas lima daris kalimat dalam setiap baitnya. Quint bersajak a-a-a-a-a.
Contoh :
Satu-satu perasaan
Yang saya rasakan
Hanya dapat saya rasakan
Kepada Tuan
Yang pernah merasakan

Satu-satu kegelisahan
Yang daya resahkan
Hanya dapat saya kisahkan
Kepada Tuan
Yang pernah diresah gelisahkan

5.2.5. Sextet
Sajak atau puisi enam seuntai, artinya terdiri atas enam kalimat dalam setiap baitnya.  Sextet memilki sajak yang tidak beraturan. Dalam sextet pengarang bebas menyatakan perasaan tanpa menghiraukan persajakan atau rima bunyi.
Contoh :
Jiwaku pohon telah meranggas
Terunjang terhening di senja hati
Mengedahkan tangan tegang mati
Hari bening tenang suci
Bulan bersih di kelir terbentang
Sepi sunyi alam menanti

5.2.6. Septima
Sajak tujuh seuntai yang setiap baitnya terdiri atas tujuh buah kalimat. Sama halnya dengan sextet, persajakan septima tidak berurutan.
Contoh :
Terang cuaca langit lazuardi
Biru jernih bagai tak berisi
Meninggi jauh, menurun dalam
Melawas melingkungi alam
Meskipun tak tampak, tahulah kita
Langit menyimpan bintang berjuta
Bergerak dinamis, getar senantiasa

5.2.7. Stanza
Sajak delapan seuntai yang setiap baitnya terdiri atas delapan buah kalimat. Stanza disebut juga oktava. Persajakan stanza tidak berurutan.
Contoh :
Awan datang melayang perlahan
Serasa bermimpi, serasa berangan
Sertambah lama, lupa di diri
Bertambah halus, akhirnya seri
Dan bentuk menjadi hilang
Dalam langit biru gemilang
Demikian jiwaku lenyap sekarang
Dalam kehidupan teduh tenang

Selain pembagian menurut bentuk, puisi pun dibeda-bedakan menurut isinya, misalnya :

5.2.8 Balada
Balada ialah puisi yang berisi kisah, cerita; boleh berbentuk epic, boleh juga lirik.
Contoh :
Jante Akridam, karya Ayip Rosidi.

5.2.9. Romance
            Romance ialah puisi yang berisi luapan perasaan kasih saying terhadap                    kekasih.
            Contoh :
            Dalam Aku, karya Armijn Pane

5.2.10. Elegi
Elegi ialah sajak bersedih-sedih, suara sukma yang meratap-ratap, batin yang merintih.
Contoh :
Buah Rindu, karya Amir Hamzah

5.2.11. Ode
Ode ialah sajak yang berisi pujian dan sanjungan terhadap orang yang besar jasanya dalam masyarakat, seorang yang dianggap pahlawan bangsa karna darma baktinyakepada nusa dan bangsa.
Contoh :
“Menara Sakti” kepada arwah H. O. S. Tjokroaminoto. Dari : Seni Sastra

5.2.12 Himne
            Himne ialah sajak pujaan kepada Tuhan atau sajak keagamaan,
            Contoh :
            Do’a . karya Chairil Anwar.

5.2.13. Epigram
            Epigram ialah dajak berisi ajaran hidup, semangat perjuangan.
            Contoh :
            Bangunlah o, pemuda. Karya A. Hasjmy

5.2.14. Satire
Satire ialah sajak yang berisi kritik atau sindiran yang pedas atas kepincangan–kepincangan yang terjadi dalam masyarakat.
Contoh :
Marhaen, karya Sanusi Pane

5.3. Puisi Kontemporer
Puisi kontemporer merupakan perkembangan dari puisi modern ( terutama segi bentuknya ). Kontemporer berarti kesewaktuan, yang menandai corak terbaru dari puisi Indonesia. Puisi kontemporer adalah bentuk puisi yang brusaha lari dari ikatan konvensional
Puisi kontemporer dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
 5.3.1. Puisi Tanpa Kata
Yakni puisi yang sama sekali tidak menggunakan kata sebagai alat ekspresinya. sefagai gantinya digunakan titik-titik, garis, huruf, atau simbol-simbol lain.
Contoh :
……………………………..
……………………………..
……………………………..
………

…………………………….
…………………………….
…………………………….
……...

…………………………….
…………………………….
…………………………….
……….
Karya : Arimbi Bimoseno

5.3.2. Puisi Mini Kata
Yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata dalam jumlah yang sangat sedikit, dilengkapi dengan simbol lain berupa huruf, garis, titik, atau tanda baca lain.
Contoh :
vvvvvvvvvvvvvvvv
vvvvvvvvvvvvvvvv
vvvvvvvvvvvvvvvv
vvvvvvvvvvvvvvvv
vvvvvvvvvvvvvvvv
vvvvvvvvvvvvvvvv
       v
! VIVA PANCASILA !
Karya : Jeihan

5.3.3. Puisi Multi Lingual
Yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata atau kalimat dari berbagai gahasa, baik bahasa daerah maupun bahasa asing.
Contoh :
MAIN CINTA MODEL KWANG WUNG
            Om swastiastu

Kaloe o kane : kahi, elua, ekolu !
            Ayolah kamboja terbang
            Ayolah burung berjalan
            Ayolah gelombang tidur
            Ayolah pasangan berpasangan –ayo!
                                                ayo
                                          ayo   ayo
           -aloha  !
Kaleo o kane : kahi, elua, ekolu !
            kamboja jangan berhenti jadi kamboja
            burung jangan berhenti jadi burung
            gelombang jangan berhenti jadi gelombang-
                        Jangan ! jangan           jangan
                                                            Jangan
                        -mahalo !
            siang –malam, musnahlah beda kalian
            laut –darat, musnahlah beda kalian
            laki –perempuan, musnahlah beda kalian
half Korean, half Chinese, Kawaiian American maideu-satus
                        persen wong lanang jawa yogya – Indonesia
                        m  u  s  n  a  h  l  a  h  b  e  d  a  k  a  l  a  n
            hoong
            iblis laknat setan bekasakan
            kanioyo temen awakku:
            -kangen srengenge mangka awan-awan
            -rindu burung padahal ditengah ranjang
            -yearning for the waves yet on the ocean
Karya Darmanto Yatman

5.3.4. Puisi Tipogradi
Yaitu puisi kontemporer yang memandang bentuk atau wujud fisik puisi mampu memperkuat ekspresi puisi. Bahkan bagian fisik puisi dipandang sebagai salah satu unsur puisi, sebagai suatu tanda yang memiliki makna tertentu, yang tidak terlepas dari keseluruhan makna puisi.
Contoh :
MAUT
dia diamdiam diamdiam dia dia
diamdiam diamdiam dia
            diamdiam dia dia diamdiam
diamdiam dia
            dia diamdiam
diamdiam dia
                    dia diamdiam
                        diamdiam
                           maut
Karya : Ibbrahim Sattah

5.3.5. Puisi Supra Kata
Yaitu puisi kontemporer yang menggunakan kata-kata konvensional yang dijungkir balikkan atau penciptaan kata-kata baru yang belum pernah ada dalam kosa kata Badasa Indonesia. Puisi macam ini lebih mementingkan aspek bunyi dan ritme, sehingga merangsang timbulnya suasana magis (cenderung sebagai puisi mantra)
Contoh :
PUISI JAMAN BAHARI
            GIRISA
Ya meraja rajamaya
Ya marani niramaya
Ya silapa palasiya
Ya mirado doramiya
Ya midosa sadomiya
Ya dayuda dayudaya
Ya siyaca cayasiya
Ya sihama hamasiya
Karya : Sides Sudyarto DS

5.3.5. Puisi Idiom Baru
Puisi macam ini dibedakan dengan puisi konvensional terutama oleh penggunaan idiom-idiom baru yang terdapat didalamnya. Puisi idiom baru tetap menggunakan kata sebagai alat ekspresinya, tetapi kata tersebut dibentuk dan diungkapkan dwngan cara baru, diberi nyawa baru. Digunakan idiom-idiom baru yang belum pernah dijumpai sebelumnya.
Contoh :
Tidak setiap derita
            Jadi luka
Tidak setiap sepi
            Jadi duri
Tidak setiap tanda
            Jadi makna
Tidak setiap Tanya
            Jadi ragu
Tidak setiap jawab
            Jadi sebab
Tidak setiap seru
            Jadi mau
Tidak setiap tangan
            Jadi pegang

Tidak setiap kabar
            Jadi tahu
Tidak setiap luka
            Jadi kaca
                        Memandang Kau
                                    Pada wajahku !
Karya : Sutardji Calzoum Bachri

5.3.7. Puisi Mbeling
Puisi mbeling pada umumnya unsur humor, bercorak kelakar, dalam puisi ini sering tersapat unsur kritik, terutama kritik sokial. Puisi mbeling tidak mengharamkan penggunaan suatu kata. Semua kata mempunyai hakyang sama dalam penulisan puisi ini.
Contoh :
SEBUAH PERINTAH
Serbuuu….
Serbuuu….
Kota itu
Dengan batu
Sampai jadi abu
Binasakan
Semua
Kecuali yang dungu
Dan lucu.














BAB VI
PENUTUP

Dengan Mengucap syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tapat pada wakpunya. Kami yakin walaupun dengan penyajian makalah ini tidak luput dari kesalahan, maka kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, demi perbaikan pada tugas-tugas yang akan kami kerjakan ke depannya. Mudah-mudahan dengan penyajian makalah ini, dari hasil kerja sama antar anggota kelompok kami dapat membantu dan menambah pengalaman kepada para pembaca dan mudah-mudahan makalah ini dapat berguna bagi penulis dan pembaca pada umumnya.






















DAFTAR PUDTAKA

Anwar, Chairil dan Sayuti, A. Suminto. 2001. Cara Menulis Kreatif. Bandung: Pudtaka Pelajar

Kurnaiati, Lisdwiana. 2008. Stilistika. Pringsewu : STKIP M Pringsewu Lampung

Luxemburg, Jan Van. Dkk. 2000. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

 Waluyo, J. Herman. 2000. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga
                                                                






















                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    

No comments:

Post a Comment

MENULIS SEBAGAI PROSES

A.   Pendahuluan Dalam makalah ini akan dibicarakan tentang menulis sebagai proses, Dan bagaimana dapat dikatakn menulis merupakan sebuah ...