KATA
PENGANTAR
Assalammuallaikum
Wr. Wb.
Alhamdulillah,
kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat
pada waktunya
Makalah
ini dibuat atas bantuan Dosen pengampu mata kuliah Menulis Puisi Ibu Dra.
Lisdwiana Kurniati, M.Pd. yang telah memberikan pengarahan untuk kami dapat menyeledaikan
makalah ini, dan kepada pihak yang telah membantu dan memberikan pengarahan
dengan baik sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Maka dari itu tidak lupa kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Kami
menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan untuk
memenuhi kriteria sebagai makalah yang baik. Oleh karna itu, kami mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini, dan semoga
makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb.
BAB
I
PENGERTIAN
PUISI
1.1 Pengertian
Puisi dari Lima Ahli Sastra
M. Atar Semi (1988 : 93-94) mengutip tentang
beberapa ahli sastra tentang pengertian puisi :
1) William
Worsworth mengemukakan bahwa puisi adalah kata-kata terbaik dalam susunan
terbaik ( poetry is the best word in the best order )
2) Leigh
Hunt mengatakan bahwa puisi adalah luapan perasaan yang imajinatif ( poetry is
imaginative passion )
3) Mathew
Arnold berpendapat bahwa puisi merupakan kritik kehidupan ( poetry is critims
of life )
4) Herbert
Read berpendapat bahwa pusi bersifat intuitif, imajinatif dan sintetik ( poetry
is intuitive, imajinativeand synteti )
5) Samuel
Taylor Coleridge mengemukakan puisi adalah kata-kata terindah dalam sususnan
terindah.
1.2 Kesimpulan
Pengertian Puisi
Dari definisi-
definisi diatas memang seolah terdapat perbedaan pikiran. Oleh karna itu
penulis dapat menyimpulkan bahwa puisi merupakan kritik kehidupan dan luapan
perasaan manusia yang dituangkan dalam bentuk tulisan kata-kata terbaik dan
terindah, dan yang bersifat intuitif, imajinatif dan sintetik.
BAB II
STRUKTUR BATIN PUISI
2.1
Tema
Tema
adalah sesuatu yang menjadi pikiran pengarang. Suatu yang menjadi pikiran
tersebut dasar bagi puisi yang dicipta oleh penyair. Sesuatu yang dipikirkan
itu dapat bernacam-macam permasalahan hidup.
Penyair
tudak pernah menyebut apa tema puisi yang ditulisnya. Untuk mengetahui tema
sebuah puisi tersebut kita harus membaca keselurih puisi tersebut dengan cermat.
2.2
Nada
Nada
adalah sikap penyair kepada pembaca. Dalam menulis puisi penyair bias jadi
bersikap mempengaruhi, menasehati, mengejek, menyindir atau bisa pula Ia
bersikap lugas, hanya menceritakan sesuatu kepada pembaca.
2.3
Rasa
Rasa
adalah sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat pada puisinya. Pengungkapan
tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologis
penyair, misalnya latarbelakang pendidikan, agama, jenis kelamin, dan kelas sosial,
kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, dan
pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam menyikapi suatu
masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair memilih kata-kata, rima, gaya
bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak bergantung pada wawasan,
pengetahuan, pengalaman dan kepribadian yang terbentuk oleh latar belakang
sosiologis dan psikologisnya.
2.4
Amanat
Amanat
adalah hal yang mendorong penyair untuk menciptakan puisinya. Amanat harus
dibedakan dengan tema. Dalam puisi tema berkaitan dengan arti, sedangkan amanat
berkaitan dengan makna karya sastra. Arti puisi bersifat lugas, objektif, dan
khusus. Makna puisi bersfat kias, subjektif, dan umum. Makna berhubungan dengan
individu, konsep seseorang, dan situasitempat penyair mengimajinasikan
puisinya.
BAB
III
STRUKTUR
FISIK PUISI
3.1.
Diksi
Diksi adalah bentuk serapan dari
kata diction yang oleh Hornby
diartikan sebagai choise and use of words.
Oleh Keraf diksi disebut pula pilihan kata.
Diksi atau pilihan kata memiliki
peranan penting dan utama untuk mencapai keefektifan dalam penulisan suatu
karya sastra. Untuk mencapai diksi yang baik seorang penulis harus memahami
secara lebih masalah kata dan maknanya, harus tahu memperluas dan mengangtifkan
kosa kata, harus mampu memilih kata yang tepat, kata yang sesuai dengan situasi
yang dihadapi, dan harus mengenali dengan baik corak gaya bahasa yang sesuai
dengan tujuan penulisan.
3.2
Pengimajian
Gambaran-gambaran angan, gambaran
pikiran, kesan mental atau bayangan visual dan bahasa yang menggambarkannya biasa
disebut dengan citra atau imaji. Citraan dapat dikelompokan atas beberapa
macam, antara lain : citraan visual (penglihatan), citraan auditif
(pendengaran), citraan artikulatoris (pengucapan), citraan alfaktori (penciuman),
citraan gustatory (kecakapan), citraan taktual (peraba/ perasaan), citraan
kinaestetic “kinaestetik” (gerak), dan citraan organik.
3.3
Kata Konkret
Kata konkret adalah kata-kata yang
digunakan penyair untuk menggambarkan suatu lukisan keadaan atau suasana batin
dengan maksud untuk membangkitkan imaji pembaca. Waluyo mengatakan bahwa dengan
kata yang diperkonkret, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa atau
keadaan yang dilukiskan oleh penyair. Sebagai contoh dikemukakan oleh Waluyo
tentang bagaimana penyair melukiskan seorang gadis yang benar-benar pengemis
gembel. Penyair menggunakan kata-kata: gadis kecil berkaleng kecil. Lukisan
tersebut lebih konkret jika dibanding dengan ; gadis peminta- minta.
3.4
Bahasa Figuratif
Bahasa figuratif oleh Waluyo
disebut pula sebagai majas. Bahasa figuratif dapat membuat puisi menjadi
prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Pada umumnya
menurut Tarigan, bahasa figuratif dipergunakan oleh pengarang untuk
menghidupkan atau lebih mengekspresifkan perasaan yang diungkapkan sebab
kata-kata saja belum cukup untuk menerangkan lukisan tersebut. Rachman Djoko
Pradopo mengelompokan bahasa figuratif menjadi enam jenis, antara lain :
1. Simile
Simile adalah jenis bahasa figuratif
yang menyamakan satu hal dengan hal lain yang sesungguhnya tidak sama. Sebagai
sarana dalam menyamakan tersebut, simile menggunakan kata-kata pembanding :
bagai, sebagai, bak, seperti, seumpama, laksana, serupa, sepantun, dan
sebagainya.
2. Metafora
Metafora adalah bahasa figuratif
memperbandingkan suatu hal dengan hal lainya yang pada dasarnya tidak serupa.
Metafora dalam puisi sering berbelit-belit karna apa yang dibandingkan harus
disimpulkan dari konteksnya. Pada dasarnya bentuk metafora ada dua jenis, yaitu
metafora eksplisit (metafora penuh) dan metafora implisit (metafora tak penuh).
3. Personifikasi
Bentuk dahasa figuratif ini
mempersamakan benda dengan manusia. Benda atau hal yang tidak bernyawa
seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan kejelasan,
menimbulkan bayangan angan yang konkret dan mendramatisasikan suasana dan ide
yang ditampilkan
4. Epik
– Simile
Epik simile atau perumpamaan epos ialah
pembandingan yang dilanjutkan atau dipanjangkan yaitu dibentuk dengan cara
melanjutkan sifat-sifat perbandingan lebih lanjut dalam kalimat-kalimat atau
frase-frase yang berturut-turut.
5. Metonimi
Metonimi adalah pemindahan istilah atau
suatu hal atau benda kesuatu hal atau benda lainnya yang memiliki kaitan rapat.
6. Sinekdoki
Sinekdoki adalah bahasa figuratif yang
menyebutkan suatu bagian penting dari suatu benda atau hal untuk benda atau hal
itu sendiri. Sinekdoki dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni pars pro toto
dan totum pro parte.
3.5
Verifikasi
Verifikasi meliputi ritma, rima dan
metrum. Ritma kata pungut dari bahasa inggris rhythm. Secara umum ritma dikenal sebagai irama atau wirama yakni
pergantian naik turun, panjang pendek, keras lembut, bunyi bahasa yang teratur.
Rima kata pungut dari bahasa inggris rhyme,
yakni pengulangan bunyi pada bait atau larik puisi, pasa akhir baris puisi atau
bahkan juga pada keseluruhan baris dan bait puisi. Metrum adalah irama yang
tetap, artinya pergantiannya sudah tetap pada pola tertentu disebabkan oleh
jumlah suku kata yang tetap, tekanan yang tetap, alun suara yang naik dan turun
yang tetap.
3.6
Tipografi
Tipografi merupakan pembeda yang
paling awal dapat melihat dalam membedakan puisi dengan prosa fiksi dan drama.
Karna itu ia menjadi pembeda yang sangat penting. Dalam prosa (baik fiksi
maupun bukan) baris-baris kata atau kalimat berbentuk sebuah periodisitet.
Namun dalam puisi tidak demikian halnya.
3.7
Sarana Retorika
Dalam kaitannya dengan puisi,
Altenbernd menyatakan bahwa sarana retorika adalah sarana kepuitisan yang
berupa muslihat pikiran. Dengan muslihat itu para penyair menarik perhatian ,
pikiran, sehingga pembaca perkontemplasi dan tersugestiatas apa yang
dikemikakan penyair. Sarana retorika adalah muslihat pikiran. Muslihat pikiran
ini berupa bahasa yang disusun untuk mengajak pembaca berfikir. Bahasa retorika
berbeda dengan fahasa kiasan atau bahasa figuratif dan citraan.
BAB IV
UNSUR EKSTRINSIK PUISI
4.1.
Nilai Sosial
Nilai
sosial adalah nilai yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat yaitu kehidupan
manusia sebagai mahluk sosial, selalu dihadapkan pada masalah-masalah sosial
yang tidak dapat dipisahkandalam kehidupan masyarakat. Masa sosial timbul
sebagai akibat dari hubungan-hubungan sesame manusia lainnya dan sebagai akibat
tingkah lakunya.
4.2.
Nilai Agama
Nilai
agama dalam puisi yaitu nilai-nilai yang berkaitan dengan nilai-nilai religious
dalam puisi yang ingin disampaikan kepada pembaca.
4.3.Nilai
Budaya
Nilai
budaya adalah nilai yang disampaikan dan ditanamkan dalam suatu masyarakat¸ lingkup
organisasi, lingkungan masyarakat yang mengakar pada kebiasaan.
4.4.Nilai
Moral
Nilai
moral adalah nilai mengenai ajaran baik dan buruk yang diterima umum mengenai
perbuatan-perbuatan, sikap dan kewajiban seperti ahlak, budi pekerti, susila
dan lainnya.
4.5.Nilai
Ekonomi
Nilai
ekonomi adalah nilai yang membentuk khayal dan fantasi untuk menunjukan
keindahan dan kesempurnaan meskipun tidak sesuai dengan kenyataan.
4.6.Nilai
Psikologi
Nilai
psikologi adalah nilai-nilai kebatinan dan kerohanian. Misalnya mendalami jiwa
orang lain, adalah penting untuk bergaul dengan masyarakat dengan baik.
BAB
V
MACAM-
MACAM PUISI
5.1.
Puisi Lama
5.1.1. Mantra
Mantra
dan bidal dianggap dianggap sebagai permulaan bentuk puisi lama. Yang disebut
dengan mantra adalah kata-kata yang mengandung hikmah atau kekuatan gaib.
Contoh
:
Air
pasang telan keinsang
Air
surut telan keperut
Renggutlah!
Biar
putus jangan rabut
5.1.2. Pantun
Pantun
adalah puisi melayu asli yang cukup mengakar dan membudaya dalam masyarakat.
Cirri-ciri
pantun :
1. Setiap
bait terdiri atas 4 baris
2. Baris
1 dan 2 sebagai sampiran
3. Baris
3 dan 4 merupakan isi
4. Bersajak
a – b – a – b
5. Setuap
baris terdiri atas 8 – 12 suku kata
6. Berasal
dari Melayu ( Indonesia
)
Contoh :
Sunguh baik asam
belimbing, ( a)
Tumbuh dekat limau
lungga. ( b )
Sungguh elik berbini
sumbing, ( a )
Biar marah tertawa
juga. ( b )
5.1.3.
Syair
Syair
mempunyai dua pengertian. Pertama, berarti dalah satu bentu puisi lama; kedua,
berarti sajak (puisi) karna penyair artinya mengubah sajak.
Ciri
–ciri syair :
1. Setiap
bait terdiri dari 4 baris
2. Setiap
baris terdiri dari 8 -12 suku kata
3. Bersajak
a – a – a – a
4. Isi
semua tidak ada sampiran
Contoh
:
Hatiki
rindu bukan kepalang (a)
Dendam
birahi berulang –ulang (a)
Air
mata bercucuran selang –menyelang (a)
Mengenangkan
adik kekasih abang (a)
5.1.4.
Gurindam
Gurindam
bentuk puisi lama yang kurang popular. Bentuk puisi ini diperkirakan berasal
dari India
(Tamil).
Ciri
–ciri Gurindam :
1. Sajak
akhir berirama a – a ; b – b ; c – c dst.
2. Berasal
dari India
(Tamil)
3. Isinya
merupakan nasihat yang cukup jelas yakni menjelaskan atau menampilkan sesuai
sebab akibat
Contoh
:
Kalau
terpelihara mata, (a)
Kuranglah
cita –cita. (a)
Kalau
terpelihara kuping, (b)
Kabar
yang jahat tiada damping. (b)
Kurang
piker kurang siasat, (c)
Tentu
dirimu kelak sesat. (c)
5.1.5.
Talibun
Talibun
semacam pantun juga, tetapi pantun yang terdiri atas enam, delapan, atau
sepuluh baris. Pembagian tiap baitnya sama dengan pantun yaitu jika talibun
enam baris, maka tiga baris pertama lampirannya dan tiga baris berikutnya isi
pantun itu.
Contoh
:
Kalau
anak pergi ke pekan.
Yuk
beli belanak beli,
Ikan
panjang beli dahulu.
Kalau anak pergi berjalan,
Ibu cari sanakpun cari,
Induk semang cari dahulu.
5.2.
Puisi Baru
Puisi baru tidak sama dengan puisi lama.
Isi, bentuk, irama, dan bentuk persajakan dalam puisi lama sudah berubah dalam
puisi baru.
Berdasarkan jumlah baris dalam kalimat pada
setiap baitnya, puisi baru dibagi dalam beberapa bentuk puisi :
5.2.1. Cistichon
Sajak
yang derisi dua baris kalimat dalam setiap baitnya, bersajak a – a.
Contoh
:
Bayu
berpuput alun bergulung
Banyu
direbut buih dububuh
Selat
malaka ombaknya memecah
Pukul
–memukul belah-membelah
Bahtera
di tepuk buritan dilanda
Penjajat
dihantuk haluan ditunda
5.2.2. Terzina
Sajak
tiga seuntai, artinya setiap baitnya terdiri atas tiga buah kalimat. Tarzina
bersajak a-a-a; a-b-c; a-b-b;
Contoh
:
Dalam
ribuan pagi bahagia dating
Tersenyum
bagai kencana
Mengharum
bagai kencana
Dalam
bah’gia cinta tiba melayang
Bersinar
bagai matahari
Mengwarna
bagai dari
5.2.3. Quatrain
Sajak
empat seuntai yang tiap baitnyaterdiriatas empat buah kalimat. Quatrain
bersajak ab/ab atau aa/bb.
Contoh
:
Kasihkan
hidup sebab dikau
Segala
kuntum mengoyak kepak
Membunga
cinta dalam hatiku
Mewangi
sari dalam jantungku
Hidup
seperti mimpi
Laku
lakon dilayar terkelar
Aku
pemimpi lagi menari
Sedar
siuman bertukar-tukar
Maka
merupa di daftar layar
Wayang
warna menayang rasa
Kalbu
rindu turut mengikut
Dua
sukma esa – mesra
Aku
boneka engkau boneka
Penghibur
dalang mengatur tembang
Dilayar
kenbang bertukar pandang
Hanya
selagu sepanjang dendang
Golek
gemilang ditukarnya pula
Aku
engkau dikotak terletak
Aku
boneka engkau boneka
Penyenang
dalang mengarak saja
5.2.4. Quint
Sajak
yang terdiri atas lima
daris kalimat dalam setiap baitnya. Quint bersajak a-a-a-a-a.
Contoh
:
Satu-satu
perasaan
Yang
saya rasakan
Hanya
dapat saya rasakan
Kepada
Tuan
Yang
pernah merasakan
Satu-satu
kegelisahan
Yang
daya resahkan
Hanya
dapat saya kisahkan
Kepada
Tuan
Yang
pernah diresah gelisahkan
5.2.5. Sextet
Sajak
atau puisi enam seuntai, artinya terdiri atas enam kalimat dalam setiap
baitnya. Sextet memilki sajak yang tidak
beraturan. Dalam sextet pengarang bebas menyatakan perasaan tanpa menghiraukan
persajakan atau rima bunyi.
Contoh
:
Jiwaku
pohon telah meranggas
Terunjang
terhening di senja hati
Mengedahkan
tangan tegang mati
Hari
bening tenang suci
Bulan
bersih di kelir terbentang
Sepi
sunyi alam menanti
5.2.6. Septima
Sajak
tujuh seuntai yang setiap baitnya terdiri atas tujuh buah kalimat. Sama halnya
dengan sextet, persajakan septima tidak berurutan.
Contoh
:
Terang
cuaca langit lazuardi
Biru
jernih bagai tak berisi
Meninggi
jauh, menurun dalam
Melawas
melingkungi alam
Meskipun
tak tampak, tahulah kita
Langit
menyimpan bintang berjuta
Bergerak
dinamis, getar senantiasa
5.2.7. Stanza
Sajak
delapan seuntai yang setiap baitnya terdiri atas delapan buah kalimat. Stanza
disebut juga oktava. Persajakan stanza tidak berurutan.
Contoh
:
Awan
datang melayang perlahan
Serasa
bermimpi, serasa berangan
Sertambah
lama, lupa di diri
Bertambah
halus, akhirnya seri
Dan
bentuk menjadi hilang
Dalam
langit biru gemilang
Demikian
jiwaku lenyap sekarang
Dalam
kehidupan teduh tenang
Selain pembagian menurut bentuk, puisi
pun dibeda-bedakan menurut isinya, misalnya :
5.2.8 Balada
Balada
ialah puisi yang berisi kisah, cerita; boleh berbentuk epic, boleh juga lirik.
Contoh
:
Jante
Akridam, karya Ayip Rosidi.
5.2.9. Romance
Romance
ialah puisi yang berisi luapan perasaan kasih saying terhadap kekasih.
Contoh
:
Dalam Aku, karya Armijn Pane
5.2.10. Elegi
Elegi
ialah sajak bersedih-sedih, suara sukma yang meratap-ratap, batin yang
merintih.
Contoh
:
Buah
Rindu, karya Amir Hamzah
5.2.11. Ode
Ode
ialah sajak yang berisi pujian dan sanjungan terhadap orang yang besar jasanya
dalam masyarakat, seorang yang dianggap pahlawan bangsa karna darma
baktinyakepada nusa dan bangsa.
Contoh
:
“Menara
Sakti” kepada arwah H. O. S. Tjokroaminoto. Dari : Seni Sastra
5.2.12 Himne
Himne
ialah sajak pujaan kepada Tuhan atau sajak keagamaan,
Contoh
:
Do’a . karya Chairil Anwar.
5.2.13. Epigram
Epigram
ialah dajak berisi ajaran hidup, semangat perjuangan.
Contoh
:
Bangunlah
o, pemuda. Karya A. Hasjmy
5.2.14. Satire
Satire
ialah sajak yang berisi kritik atau sindiran yang pedas atas
kepincangan–kepincangan yang terjadi dalam masyarakat.
Contoh
:
Marhaen,
karya Sanusi Pane
5.3.
Puisi Kontemporer
Puisi kontemporer merupakan perkembangan
dari puisi modern ( terutama segi bentuknya ). Kontemporer berarti kesewaktuan,
yang menandai corak terbaru dari puisi Indonesia. Puisi kontemporer adalah
bentuk puisi yang brusaha lari dari ikatan konvensional
Puisi kontemporer dibedakan menjadi
beberapa jenis, yaitu :
5.3.1. Puisi Tanpa Kata
Yakni
puisi yang sama sekali tidak menggunakan kata sebagai alat ekspresinya. sefagai
gantinya digunakan titik-titik, garis, huruf, atau simbol-simbol lain.
Contoh
:
……………………………..
……………………………..
……………………………..
………
…………………………….
…………………………….
…………………………….
……...
…………………………….
…………………………….
…………………………….
……….
Karya
: Arimbi Bimoseno
5.3.2.
Puisi Mini Kata
Yaitu
puisi kontemporer yang menggunakan kata dalam jumlah yang sangat sedikit, dilengkapi
dengan simbol lain berupa huruf, garis, titik, atau tanda baca lain.
Contoh
:
vvvvvvvvvvvvvvvv
vvvvvvvvvvvvvvvv
vvvvvvvvvvvvvvvv
vvvvvvvvvvvvvvvv
vvvvvvvvvvvvvvvv
vvvvvvvvvvvvvvvv
v
!
VIVA PANCASILA !
Karya
: Jeihan
5.3.3.
Puisi Multi Lingual
Yaitu
puisi kontemporer yang menggunakan kata atau kalimat dari berbagai gahasa, baik
bahasa daerah maupun bahasa asing.
Contoh
:
MAIN
CINTA MODEL KWANG WUNG
Om
swastiastu
Kaloe
o kane : kahi, elua, ekolu !
Ayolah kamboja terbang
Ayolah burung berjalan
Ayolah gelombang tidur
Ayolah pasangan berpasangan –ayo!
ayo
ayo
ayo
-aloha !
Kaleo
o kane : kahi, elua, ekolu !
kamboja jangan berhenti jadi kamboja
burung jangan berhenti jadi burung
gelombang jangan berhenti jadi
gelombang-
Jangan ! jangan jangan
Jangan
-mahalo !
siang –malam, musnahlah beda kalian
laut –darat, musnahlah beda kalian
laki –perempuan, musnahlah beda
kalian
half
Korean, half Chinese, Kawaiian American maideu-satus
persen wong lanang jawa
yogya – Indonesia
m u
s n a
h l a
h b e
d a k
a l a n
hoong
iblis laknat setan bekasakan
kanioyo temen awakku:
-kangen srengenge mangka awan-awan
-rindu burung padahal ditengah
ranjang
-yearning for the waves yet on the
ocean
Karya
Darmanto Yatman
5.3.4.
Puisi Tipogradi
Yaitu
puisi kontemporer yang memandang bentuk atau wujud fisik puisi mampu memperkuat
ekspresi puisi. Bahkan bagian fisik puisi dipandang sebagai salah satu unsur
puisi, sebagai suatu tanda yang memiliki makna tertentu, yang tidak terlepas
dari keseluruhan makna puisi.
Contoh
:
MAUT
dia
diamdiam diamdiam dia dia
diamdiam
diamdiam dia
diamdiam dia dia diamdiam
diamdiam
dia
dia diamdiam
diamdiam
dia
dia diamdiam
diamdiam
maut
Karya
: Ibbrahim Sattah
5.3.5.
Puisi Supra Kata
Yaitu
puisi kontemporer yang menggunakan kata-kata konvensional yang dijungkir
balikkan atau penciptaan kata-kata baru yang belum pernah ada dalam kosa kata
Badasa Indonesia.
Puisi macam ini lebih mementingkan aspek bunyi dan ritme, sehingga merangsang
timbulnya suasana magis (cenderung sebagai puisi mantra)
Contoh
:
PUISI
JAMAN BAHARI
GIRISA
Ya
meraja rajamaya
Ya
marani niramaya
Ya
silapa palasiya
Ya
mirado doramiya
Ya
midosa sadomiya
Ya
dayuda dayudaya
Ya
siyaca cayasiya
Ya
sihama hamasiya
Karya
: Sides Sudyarto DS
5.3.5.
Puisi Idiom Baru
Puisi
macam ini dibedakan dengan puisi konvensional terutama oleh penggunaan
idiom-idiom baru yang terdapat didalamnya. Puisi idiom baru tetap menggunakan
kata sebagai alat ekspresinya, tetapi kata tersebut dibentuk dan diungkapkan
dwngan cara baru, diberi nyawa baru. Digunakan idiom-idiom baru yang belum
pernah dijumpai sebelumnya.
Contoh
:
Tidak
setiap derita
Jadi luka
Tidak
setiap sepi
Jadi duri
Tidak
setiap tanda
Jadi makna
Tidak
setiap Tanya
Jadi ragu
Tidak
setiap jawab
Jadi sebab
Tidak
setiap seru
Jadi mau
Tidak
setiap tangan
Jadi pegang
Tidak
setiap kabar
Jadi tahu
Tidak
setiap luka
Jadi kaca
Memandang Kau
Pada wajahku
!
Karya
: Sutardji Calzoum Bachri
5.3.7.
Puisi Mbeling
Puisi
mbeling pada umumnya unsur humor, bercorak kelakar, dalam puisi ini sering
tersapat unsur kritik, terutama kritik sokial. Puisi mbeling tidak mengharamkan
penggunaan suatu kata. Semua kata mempunyai hakyang sama dalam penulisan puisi
ini.
Contoh
:
SEBUAH
PERINTAH
Serbuuu….
Serbuuu….
Kota
itu
Dengan
batu
Sampai
jadi abu
Binasakan
Semua
Kecuali
yang dungu
Dan
lucu.
BAB
VI
PENUTUP
Dengan
Mengucap syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tapat pada wakpunya.
Kami yakin walaupun dengan penyajian makalah ini tidak luput dari kesalahan, maka
kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun, demi perbaikan pada
tugas-tugas yang akan kami kerjakan ke depannya. Mudah-mudahan dengan penyajian
makalah ini, dari hasil kerja sama antar anggota kelompok kami dapat membantu
dan menambah pengalaman kepada para pembaca dan mudah-mudahan makalah ini dapat
berguna bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUDTAKA
Anwar,
Chairil dan Sayuti, A. Suminto. 2001. Cara
Menulis Kreatif. Bandung:
Pudtaka Pelajar
Kurnaiati,
Lisdwiana. 2008. Stilistika.
Pringsewu : STKIP M Pringsewu Lampung
Luxemburg,
Jan Van. Dkk. 2000. Pengantar Ilmu Sastra.
Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Waluyo, J. Herman. 2000. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta:
Erlangga
No comments:
Post a Comment